Detiknews.id Surabaya – Kepala Kanwil DJP Jatim I, John Hutagaol memberikan edukasi soal menjalankan hak dan kewajiban, Wajib Pajak badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh Kurator. Sosialisasi Aspek Perpajakan Kurator dan Kepailitan berada di Aula Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I.
Menghadirkan narasumber M. Hadi Shubhan selaku Guru Besar Hukum Kepailitan Fakultas Hukum Unair, Sriadi Setyanto selaku Kepala KPP Pratama Surabaya Genteng dan Doni Budiono selaku Pengurus AKPI Bidang Litbang.
John Hutagaol, dalam keynote speech menyampaikan bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban, Wajib Pajak badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh Kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Berdasarkan pasal tersebut, Kurator memiliki peranan penting sebagai pihak yang mendapatkan kuasa dalam hal Wajib Pajak mengalami pailit sehingga apabila terdapat kasus kepailitan hendaknya Kurator sebagai wakil/ kuasa dari Wajib Pajak yang pailit memenuhi hak dan kewajiban dari Wajib Pajak termasuk dalam hal kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak yang pailit, ” ungkap John Hutagaol.
Lanjutnya, tugas Pengurusan kurator diantaranya mengamankan harta kekayaan debitor, pencatatan, pengumuman, pemanggilan, pembukuan (pembuatan daftar)/dokumentasi, pencocokan (verifikasi), melanjutkan usaha debitor, laporan rutin kepada hakim pengawas, dan lain sebagainya sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU).
“Selain itu, Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali,” paparnya.
Kreditor dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu Kreditor Separatis (Memegang jaminan kebendaan, contoh bank, Multifinance, dll), Kreditor Preferen (Tidak memegang jaminan kebendaan tapi ada UU yang menentukan bahwa ia didahulukan, contoh Pajak, Buruh, Beacukai) dan Kreditor Konkuren (tidak memegang jaminan kebendaan dan tidak ada UU yang menentukan untuk didahulukan, contoh Konsumen perumahan, suplier).
Ditambahkan, M. Hadi Shubhan dalam paparannya menyampaikan ada dua kreditor super preferen yaitu upah buruh berdasarkan putusan MK No 67/PUU-XI/2013 dan pajak berdasarkan pasal 21 ayat 3 UU KUP.
“Berdasarkan Pasal 21 (1) UU KUP, kedudukan negara sebagai kreditur preferen mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Demikian pula kaitannya dengan Pasal 1134 KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),” terangnya.
Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.
Untuk Kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu sebagaimana diatur secara khusus oleh UU KUP menyebabkan negara memiliki hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur separatis maupun kreditur konkuren dalam UU Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi Kurator baik sebagai orang pribadi maupun sebagai kuasa Wajib Pajak yang mewakili Wajib Pajak pailit, serta menjalin koordinasi antara asosiasi Kurator dengan DJP dalam rangka peningkatan kepatuhan pelaksanaan kewajiban kurator. (M9)
Komentar