Detiknews.id Surabaya – Dalam rangka memperingati Hari Pekerja Indonesia (Harpekindo) yang jatuh tanggal 20 Februari 2020, berdasarkan Keputusan Presiden No.24 tahun 2013. Lia Istifhama angkat bicara tentang Harpekindo, sebagai salah satu kandidat perempuan Millenial yang masih mampu menjaga ritme elektabilitasnya dalam Pilkada Surabaya 2020.
“Hari Pekerja Nasional kali ini semoga bisa menambah motivasi bagi para pekerja agar lebih mencintai pekerjaannya dan menikmati segala yang terjadi di dalam lingkungan kerjanya. Rasa nyaman penting ditumbuhkan agar aktivitas bekerja dijalankan dengan rasa bahagia dan berkah”, ujar Lia Istifhama.
Masih dengan Lia, ibu dua anak ini menceritakan pengalamannya sebagai pekerja. Katanya, saya sejak masih kuliah di semester akhir, sudah bekerja. Sebagai sales saat itu karena sifatnya part time. Motivasi kerja saat itu adalah pembelajaran diri agar lebih mandiri.
“Alhamdulillah, keluarga saya tidak mengenal istilah gengsi. Yang terpenting nilai dalam pekerjaan adalah niat ikhtiar mencari rezeki halal. Hari-hari saya memang terus bergelut di dunia pekerjaan swasta sampai saat ini. Saya pernah kerja sebagai HRD di salah satu pabrik, kerja keliling mencari nasabah, dan sebagainya. Saya bersyukur melalui itu semua karena dari itu semua, ada tempaan hidup yang penting”, tuturnya dengan santun. Kamis (20/02/2020)
Menurut Lia, soal hak pekerja. Ada beberapa pengalaman yang agak menggelitik dimana saya ingin hal tersebut tidak dialami pekerja lain. Pernah, di suatu tempat saya bekerja, saya baru saja melahirkan.
“Saat itu saya hanya memiliki satu minggu waktu untuk cuti karena saya harus ke kantor yang saat itu sedang ada suatu event. Meski tidak jam full ngantor, namun tetep saya ke kantor. Kadang saya ajak anak saya yang bayi. Pernah juga, di tempat lain, saya harus lembur sampai malam tanpa dibayar karena di kantor sedang ada tamu. Pada intinya, keadaan seperti itu sifatnya kepepet, ujarnya dengan tersenyum,” ungkap Ketua III STAI Taruna Surabaya.
Lia menambahkan, karena kondisi, maka atasan meminta kita menyelesaikan pekerjaan. Padahal, sering sekali sebenarnya pekerjaan itu bukan secara khusus menjadi tanggung jawab seorang karyawan. Melainkan hanya karena ia sedang dibutuhkan, maka ia menjadi orang yang harus mengalah.
“Hal ini sebenarnya dialami banyak karyawan. Tidak terhitung berapa kawan saya yang mengalami hal serupa. Sebenarnya, itu semua bisa dimaklumi karena sifatnya temporal. Namun, akan kurang etis kalau hal begitu mengorbankan waktu seorang ibu untuk menjaga anaknya.
Nah, ini yang harus dipahami. Jam kerja dibuat agar seorang ibu bisa mengatur waktu dan memastikan kualitas perhatian untuk anaknya. Akan sangat elok jika seorang pimpinan dalam suatu lingkungan kerja, memahami hak pekerja untuk bertemu keluarganya. Jangan sampai menuntut pekerja mengorbankan waktu keluarga demi pekerjaan.
Jam kerja harus diapresiasi karena itu hak bekerja. Ini juga berdasarkan pengalaman saya ketika menjadi personalia, jadi yang menjadi harapan dari karyawan atau pekerja, yaitu keadilan perusahaan akan hak-hak pekerja. Seperti contoh, Hak mendapatkan gaji sesuai perjanjian dan tepat waktu, serta keselamatan di lingkungan kerja atau K3, dan BPJS. Itu diantara yang penting karena sudah hak, yah jangan didiskon. Dzolim nanti istilahnya”, pungkas pengurus PW Gannas Annar MUI Jatim ini. (M9)
Komentar