Detiknews.id Surabaya – Eksekusi YMCA (Young men’s Christian Association), dan IMKA (Ikatan Masehi Kepemudaan Am), yang berlangsung ricuh beberapa bulan lalu. Kuasa hukum Joan Maria Louise Mantiri, Heri Subagyo, melaporkan dugaan pelanggaran prosedur. Dalam eksekusi rumah yang dihuni kliennya, di Jalan Kombes Pol M. Duryat Nomor 9, Surabaya.

Eksekusi YMCA-IMKA, dilaksanakan pada 4 Juni 2025 lalu. Yaitu tidak hanya mengakhiri masa tinggal Joan. Selama lebih dari dua dekade, tetapi juga meninggalkan kerugian besar. Berupa hilangnya sejumlah barang berharga milik kliennya.
Heri mengatakan, laporan resmi telah disampaikan kepada Kadiv Propam Mabes Polri, melalui sistem pelaporan online Polda Jawa Timur pada 20 November 2025. Laporan itu mempersoalkan teknis pelaksanaan eksekusi, yang diajukan kepada Lei Mei Ling melalui Pengadilan Negeri Surabaya, dan dikawal Polrestabes Surabaya.
“Ibu Joan melaporkan, bahwa sejumlah barang berharganya hilang setelah proses eksekusi,” ujar Heri.
Dugaan Cacat Prosedur Eksekusi
Heri menilai eksekusi tersebut cacat hukum. Karena tidak melalui tahap constatiring. Yakni, pemeriksaan lapangan yang wajib dilakukan pengadilan, sebelum eksekusi. Untuk memastikan batas objek sengketa dan siapa saja yang menghuni lokasi.
“Constatiring itu penting. Klien kami adalah penghuni tetap, ber-KTP dan ber-KK di alamat tersebut. Keberadaan beliau harusnya diperhitungkan,” ujarnya.
Selain itu, tahap aanmaning – peringatan resmi kepada pihak yang akan dieksekusi. Disebut tidak pernah diberikan kepada Joan.
Menurut Heri, nama Joan tidak tercantum sebagai pihak dimohonkan eksekusi maupun sebagai pihak yang menerima peringatan.
Pengamanan Dinilai Lalai
Heri juga menyoroti pengamanan oleh Polrestabes Surabaya, yang dinilai tidak ketat. Ia menyebut gerbang rumah dibiarkan terbuka saat eksekusi berlangsung, sehingga tidak dapat dipastikan siapa saja yang masuk ke dalam rumah.
“Ada delapan kategori barang yang hilang, dan daftar lengkapnya sedang kami lengkapi,” katanya.
Barang-barang yang dilaporkan hilang dan rusak itu mencakup:
- Koin kuno Amerika tahun 1794 yang menurut kolektor bernilai sekitar Rp149,7 miliar
- Jam tangan wanita Alexander Christy (original)
- Meja bar
- TV 45 inci
- 40 set hot plate
- Lukisan I Wayan Taweng berusia 100 tahun
- Lukisan Kuda Liar tahun 1975
- Sepuluh lukisan lainnya
- Sepuluh meja bulat
- Empat meja persegi panjang
- Peralatan katering
- Showcase
Total kerugian ditaksir mencapai Rp 149.916.000.000.
Menurut Heri, unsur persoalan hukum juga terkait status tanah yang merupakan tanah bekas eigendom. Ia menegaskan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, seluruh hak eigendom yang tidak dikonversi hanya berlaku hingga 24 September 1980. Dengan demikian, tanah tersebut secara hukum dianggap sebagai tanah negara.
Ia mengutip Pasal 531 KUH Perdata mengenai hak besit, yang memberi hak kepada seseorang. Untuk menguasai dan menikmati suatu barang seolah-olah miliknya sendiri.
Selain itu, Heri merujuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 18 Tahun 2021. Menegaskan, bahwa bukti tanah bekas hak barat tidak lagi berlaku dan hanya dapat menjadi petunjuk, bukan bukti hak milik.
Soroti Peran Balai Harta Peninggalan
Heri juga mempertanyakan saran Balai Harta Peninggalan (BHP) Sidoarjo, kepada pemohon eksekusi, Lie Mei Ling. Terkait permohonan penetapan ketidakhadiran J.T.H.C. Gallois, karena tidak diketahui keberadaannya. Ia menyebut saran tersebut menyesatkan karena bertentangan dengan UUPA dan PP 18 Tahun 2021, khususnya terkait status tanah bekas hak barat.
Dalam laporannya, Heri meminta Kabid Propam Polda Jatim merekomendasikan agar Kabareskrim Polri mengambil alih perkara pidana. Terkait Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 261/ Pdt.P/ 2018/ PN.Sby.
Menurutnya, kesalahan prosedur dalam eksekusi. Serta dugaan pelanggaran hak penguasaan, menjadi alasan kuat. Perkara ini harus ditangani secara lebih serius di tingkat Mabes Polri.
“Yang diperjuangkan Ibu Joan bukan hanya pengembalian barang atau ganti rugi. Tetapi juga mekanisme eksekusi, yang berimplikasi pada unsur pidana. Kami ingin memastikan bahwa hak-hak klien kami dihormati,” kata Heri.
Hingga kini, upaya hukum masih berjalan. Heri memastikan, pihaknya menyiapkan seluruh dokumen dan bukti untuk proses lanjutan. (M9)


Komentar