Detiknews.id Surabaya – Advokat Jeffry Simatupang, SH, MH Kuasa Hukum Julianto Eka Putra (JE), menyikapi atas putusan hakim tersebut yang menyatakan gugatannya kurang pihak atau tidak dapat diterima. Niet Ontvankelijke Verklaard (N.O) oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya oleh Hakim Tunggal Martin Ginting. Kasus Kekerasan Seksual yang terjadi SMA Selamat Pagi Indonesia, Batu Malang.
Advokat Jeffry Simatupang, SH, MH menegaskan bahwa bukan berarti menurut pihaknya dianggap benar jika kliennya JE ditetapkan tersangka.
“Dengan putusan praperadilan yang menyatakan kurang pihak atau tidak dapat diterima bukan berarti penetapan tersangka sudah benar menurut kami, kami yakin sesuai fakta-fakta persidangan dalam sidang praperadilan baik keterangan ahli dan saksi fakta tidak ada 2 alat bukti yang sah yang memiliki relevansi dan dapat menunjuk kepada tersangka,” tegas Jeffry. Selasa (25/01/2022).
Lanjut Jeffry, Tim-nya selaku penasehat hukum JE berkeyakinan bahwa belum adanya dua alat bukti yang sah maupun relevansinya terhadap status tersangka JE.
“Kami selaku penasehat hukum tetap yakin belum adanya 2 alat bukti yang sah yang memiliki relevansi dengan tersangka apalagi hasil visum yang sudah dinyatakan oleh ahli, visum tahun 2021 tidak bisa menunjukkan ada perbuatan di tahun 2008 sd 2011 dan visum sudah tidak dapat lagi menunjukkan ada tidaknya perbuatan persetubuhan di masa yang sudah lampau.
Ahli mengatakan visum tersebut tidak bisa digunakan sebagai bukti bahwa tersangka melakukan persetubuhan, ahli pidana baik dari pemohon maupun termohon jelas sekali mengatakan 2 alat bukti harus memiliki relevansi dan dapat menunjuk kepada seseorang sebagai tersangka,” jelasnya.
Kuasa hukum JE kembali menuturkan, Terkait keterangan saksi fakta yang dihadirkan dipersidangan maupun didepan hakim tunggal Martin Ginting, SH, MH.
Jika saksi menyampaikan apa yang dituduhkan terhadap JE selaku pemohon Praperadilan dikatakan tidak pernah terjadi.
“Sedangkan dalam perkara ini tidak ada alat bukti yang ada relevansi dan mengarah kepada Pemohon pra, saksi fakta pun demikian. Seluruh saksi fakta yang hadir dipersidangan menyatakan perbuatan yang dituduhkan tidak pernah terjadi bahkan isu dan gosip saja tidak ada. Kesimpulan kami tidak ada 2 alat bukti yang relevan dan mengarah kepada pemohon,” tegasnya.
“Sekali lagi kami menghormati putusan hakim tunggal yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima, yang artinya putusan tersebut belum mempertimbangkan fakta fakta persidangan, Tetapi masyarakat dapat melihat pembuktian yang ada di persidangan bahwa tidak ada 2 alat bukti yang sah yang memiliki relevansi dengan pasal sangkaan dan dapat menunjuk adanya suatu perbuatan yang dilakukan pemohon,” ujarnya mengakhiri komentarnya.
Diketahui, Perkara JE diajukan melalui kuasa hukumnya dalam upaya hukum praperadilan, guna menggugurkan status tersangka yang disematkan penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan, Sebelumnya pemohon dilaporkan oleh SDS yang merupakan alumni di yayasan Sekolah SPI. Laporan itu diregister dengan nomor LPB/ 326/V RES.1.24/ 2021/ UM/SPKT Polda Jatim tanggal 29 Mei 2021.
Pada 16 September 2021, Berkas pemeriksaan JE oleh penyidik kemudian di limpahkan kepada kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, kemudian pada 23 September, berkas dikembalikan lagi ke penyidik oleh Jaksa dikarenakan masih terdapat kekurangan yang wajib dipenuhi oleh Penyidik.
Karena sudah dua kali berkas dikembalikan oleh Jaksa, JE kemudian mengajukan permohonan praperadilan untuk memperjelas status hukumnya, dan meminta Majelis Hakim agar menghentikan sekaligus menggugurkan status tersangka. Sebelumnya, Permohonan Praperadilan tersebut didaftarkan pada 5 Januari 2022 dan teregister dengan nomor perkara, 1/Pid.Pra/2022/PN Sby. (M9)
Komentar