Detiknews.id Surabaya – Sarasehan Kebangsaan, memperingati Bulan Bung Karno. Digelar Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), dengan “Merawat Republik, Menguatkan Rakyat: Pancasila sebagai Jalan Kebangsaan”. Ini merupakan agenda tahunan, sebagai ruang konsolidasi gagasan dan peneguhan arah gerakan nasionalis, di tengah arus zaman yang kian kompleks.

Sarasehan Kebangsaan, digelar PA GMNI berada di Gedung Balai Pemuda, Surabaya. Menghadirkan tokoh penting, antara lain: Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, Wakil Walikota Surabaya Armuji, Anggota DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, Ketua PA GMNI Jawa Timur periode 2021–2026, Denny Wicaksono, stakeholder dan ratusan alumni PA GMNI dari berbagai daerah.

Ketua PA GMNI Jawa Timur periode 2021–2026, Denny Wicaksono, menuturkan, pihaknya menekankan pentingnya forum semacam ini sebagai ruang temu antara kader aktif dan alumni.
“Intinya temu kangen, tapi sambil berdiskusi kecil untuk merumuskan kembali arah pergerakan kita, khususnya kader-kader GMNI di seluruh Jawa Timur,” ujarnya,” tuturnya, Sabtu (08/06/2025)
Bagi Denny, peringatan Bulan Bung Karno bukanlah seremoni simbolik. Ia adalah momentum memperbarui semangat ideologis, agar Pancasila tidak berhenti sebagai jargon, tetapi menjadi praksis sosial dan politik dalam kehidupan sehari-hari.
“Kalau dulu Marhen itu petani kecil yang tertindas, hari ini Marhen adalah kelompok-kelompok kecil masyarakat yang menerima ketidakadilan,” ujarnya.
Transformasi makna ini, menurut Denny, mencerminkan elastisitas Marhaenisme yang tetap berpijak pada kerakyatan meski zaman telah berganti.
Di tengah realitas politik yang kerap diwarnai oleh pragmatisme dan kaburnya garis ideologis, GMNI ingin menegaskan sikap.
“Kami selalu memberi ruang pada kader untuk melakukan pengawasan dan mendengar suara masyarakat. Karena seringkali program yang tujuannya baik, pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik,” katanya.
Kritik terhadap pemerintah, dalam pandangannya, adalah bagian dari loyalitas terhadap rakyat, bukan bentuk pembangkangan.

Ditempat yang sama, perwakilan dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, melalui Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak mengungkapkan, pihaknya sebagai tamu kehormatan, mengingatkan bahwa pemikiran Bung Karno tetap relevan untuk menjawab tantangan masa kini, khususnya dalam konteks ekonomi dan teknologi.
“Kita hari ini seringkali hanya terhimpit oleh masalah ekonomi, tapi realita itu sebenarnya bisa dijawab juga dengan prinsip,” kata Emil.
Ia menyoroti bahwa perubahan besar seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan menuntut pembacaan ulang terhadap ideologi pendiri bangsa.
“Kalau dulu pendekatannya pada buruh dan tani, hari ini justru orang galau karena pekerjaan diambil alih mesin dan teknologi AI,” jelasnya.
Emil menilai, keberadaan kader GMNI yang tersebar di birokrasi, dunia usaha, dan parlemen mencerminkan daya hidup ideologi Bung Karno.
Namun, ia mengingatkan, nilai-nilai seperti toleransi dan gotong royong tidak otomatis terjaga tanpa usaha.
“Kadang kita bisa bersumbu pendek karena informasi yang belum tentu akurat. Jangan cepat menyimpulkan apa yang kita lihat di dunia maya sebelum kita tabayun sepenuhnya,” tegasnya.
Menurut Emil, keteladanan sosial dan pendidikan karakter adalah fondasi kebangsaan yang harus dijaga bersama.
“Memberikan keteladanan kepada anak-anak adalah upaya kolektif yang harus dijalankan lintas generasi. Di Jawa Timur, ini dirawat turun-temurun, tapi menjaganya tidak mudah,” ucapnya.
Pada akhirnya, sarasehan ini menjadi cermin bahwa Pancasila adalah jalan kebangsaan yang harus dijaga melalui dialog, pengawasan, dan keberanian bersikap. Bukan hanya dalam forum seminar, tetapi juga dalam tindakan nyata—termasuk saat harus menyuarakan kebenaran dari jalanan. (M9)
Komentar