Detiknews.id Surabaya – Komnas pengendalian tembakau adalah gerakan masyarakat yang terdiri atas 23 organisasi yang bergerak dalam upaya pengendalian (bukan pengertian konsumsi produksi tembakau) demi melindungi masyarakat. Rentan bagi keluarga miskin dan anak-anak dari bahaya kecanduan rokok di tengah bencana nasional yang sedang dialami Indonesia. Sosialisasi hidup sehat saat meeting menggunakan aplikasi zoom.
Dengan Beredarnya ratusan karyawan linting rokok di salah satu perusahaan di Desa Gisikan Kecamatan Pakel, Tulungagung, setelah Gugus Tugas COVID-19 melakukan tes kilat (rapid test). Total 214 orang 1 blok pabrik, hasilnya 17 orang dinyatakan reaktif dari 214 orang.
Selain itu, PT. HM Sampoerna 2 orang meninggal karena Covid-19. Pasca kejadian itu, 506 karyawan menjalani rapid test. Hasilnya 123 orang rapid test reaktif. Kini, dilakukan test swab dan masih menunggu hasilnya secara bertahap. Sementara pabrik merumahkan karyawan dan menghentikan produksi.
Dengan narasumber, Dr. dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K) Ketua PDPI, Dr. Ede Surya Darmawan SKM., MDM. Ketua Umum IAKMI, Esti Nurjadin Ketua Umum YJI, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH., Ketua Umum Komnas PT. Tembakau.
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH., Ketua Umum Komnas PT. Tembakau mengatakan, terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam penanganan pandemi perlu keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi. Kami mendukung pemerintah, dan masyarakat mengurangi merokok dalam rangka mencegah meningkatnya angka kematian.
“Kami mengamati perilaku masyarakat. Dengan merokok bisa memperbesar risiko infeksi Covid-19. Kami prihatin data perokok, prevalensi perokok masyarakat Indonesia adalah tertinggi yaitu 33 persen. Di ASEAN mayoritas penduduk miskin dan kurang mampu, semakin banyak yang bergantung pada bantuan sosial, ” tuturnya. Sabtu (02/05/2020)
Esti Nurjadin Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia mengatakan, anak-anak memiliki hak hidup sehat. Tugas pemerintah memberikan perlindungan kepada apa yang menjadi hak mereka. Pemerintah harus mengeluarkan dan menekankan aturan kawasan tanpa rokok hingga aturan rumah tanpa rokok.
“Kami berharap bagi para perokok untuk berusaha berhenti merokok dan membuat rumahnya itu bebas dari rokok. Tujuan dari kita semua sekarang aktivitas di rumah adalah untuk memutar memutus rantai penularan, ” jelasnya.
Menurut, Dr. Ede Surya Darmawan SKM., MDM. Ketua Umum IAKMI, dalam penanganan Covid-19 agar memperkuat penegakan hukum kawasan tanpa rokok, pdengan larangan merokok termasuk rokok elektronik. Mempercepat larangan iklan rokok di seluruh media (media cetak, penyiaran digital dan media luar).
“Agar anak-anak yang dalam masa belajar di rumah, tidak mudah terpengaruh iklan rokok. Larangan penjualan rokok atau menutup penjualan rokok di belakang kasir yang mudah dilihat oleh anak-anak, ” jelasnya.
Dr. dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K) Ketua PDPI memaparkan, supaya pemerintah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang membantu berhenti merokok. Jadi termasuk penyediaan fasilitas untuk berhenti merokok, terapi berhenti merokok dari layanan primer hingga ke rumah sakit.
“Adanya PSBB, rumah menjadi pusat dari segala aktivitas. Mari dibuat aturan mengenai kawasan tanpa rokok. Jika rumah tanpa rokok, kita bisa merasa aman beraktivitas di rumah dan bisa mengurangi resiko yang berbahaya bagi anak-anak dan para lansia, ” paparnya.
Ada 17 pendukung surat ini didukung Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Kongres Wanita Indonesia, Perhimpunan Onkologi Indonesia, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Selanjutnya, Persatuan Guru Republik Indonesia, Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, Yayasan Asma Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia dan Yayasan Stroke Indonesia. (M9)
Komentar