Subdit Hardabangtah Polda Jatim, Tangkap Oknum Calo Masuk ASN Kemenkumham

Ditreskrimum Polda Jatim

Detiknews.id Surabaya – Subdit II Unit II Hardabangtah Ditreskrimum Polda Jatim, berhasil mengungkap tindak pidana penipuan atau penggelapan. Ungkap kasus dipimpin oleh Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto, Wadirreskrimum Polda Jatim AKBP Pitter Yanotama.

Hasil ungkap kasus, tanggal 14 dan 16 Desember mengamankan 2 tersangka YH (51) dan FS (71) keduanya berasal dari Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Dua tersangka lainnya masih pendalaman, M (52) Dumai Timur Kota Dumai Provinsi Riau. Tersangka N, (61) asal Desa Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto menuturkan, Ditreskrimum Polda Jatim hari ini menggelar ungkap kasus penipuan dan penggelapan. Hasilnya, berhasil menangkap 2 pelaku. Untuk kronologinya akan dijelaskan oleh Wadirkrimum Polda Jatim,” tuturnya. Jum’at (19/01/2024)

Ditempat yang sama, Wadirkrimum Polda Jatim AKBP Pitter Yanotama memaparkan kronologi kejadian, berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/ 183/XII/ 2023/SPKT/ Polda Jawa Timur, tanggal 20 Maret 2023, dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) Di rumah Istighosah Hidayatus Syifa di Dusun Ngreco Kelurahan atau Desa Ngreco Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri.

“Modus pelaku bervariatif, YH mengaku bisa memasukkan 20 orang untuk masuk menjadi ASN di lingkungan Kemenkumham melalui formasi susulan dengan menerima uang sebesar Rp 1,434 Miliar. Mengenalkan korban kepada FS dan N yang mengaku mempunyai link di BKN Pusat dan bisa memasukkan ASN dan korban mendaftarkan 62 orang dengan menerima uang sebesar Rp 3,250 Miliar,” jelasnya.

“Selain itu, FS juga mengenalkan korban kepada M karena bisa memasukkan ASN di Kementrian Agama, sehingga korban mendaftarkan 21 sebesar Rp 4, 106 Miliar. Namun semua santri yang didaftarkan menjadi ASN tidak ada yang lolos, ” ujarnya.

Menurut Pitter, peran pelaku juga bervariatif. Tersangka YH mempengaruhi korban bahwa ia mempunyai link untuk memasukkan kembali calon ASN di lingkungan Kemenkumham yang pernah gagal untuk masuk lagi melalui formasi susulan di Kemenkumham. Dengan biaya yang variatif antara Rp. 150 – 200 juta.

“Membohongi korban, bahwa untuk masuk ke formasi susulan di lingkungan Kemenkumham hanya membayar bi-ya sebesar Rp 150 juta untuk lulusan SMA dan Rp 200 juta untuk lulusan sarjana. Selain itu, YH ahli meyakinkan korban. Tersangka melakukan proses tanya jawab terkait adanya Surat Formasi Susulan dari Kemenkumham. Dengan mengenalkan korban kepada tersangka FS dan N,” terangnya.

Lanjut Pitter, pelaku FS, perannya mengatur pertemuan di Ramayana Jatinegara, Jakarta Timur antara tersangka N, YH, dan korban, juga mengaku mempunyai link untuk memasukkan ASN di pemerintahan (pusat/kabupaten/kota).

“Caranya dengan menunjukkan kepada korban, NIP dan Profil Kepegawaian atas nama LF dan TR yang diperoleh dari tersangka N, yang kemudian dikirimkan kepada korban melalui whatsapp. Kemudian mengenalkan kepada tersangka N dan M yang mengaku dapat memasukkan ASN di Kementrian Agama dengan harga yang lebih murah,” jelasnya.

“Sementara untuk 2 tersangka lainnya masih didalami keterkaitannya, peran M bisa memasukkan ASN di Kementrian Agama dengan biaya yang lebih murah sebesar Rp. 150 juta. Sedangkan peran N, bisa memasukkan ASN di pemerintahan (pusat/kabupaten/kota) dan menerbitkan NIP dan Profil Kepegawaian Negeri Sipil (palsu) atas nama LF dan TR,” tambahnya.

Tersangka YH mengaku menerima uang dari korban sebesar Rp 1,384 Miliar, untuk pengurusan 20 orang yang ingin masuk kembali menjadi ASN di lingkungan Kemenkumham melalui formasi susulan. Selain itu, YH menerima uang dari tersangka FS sebesar Rp 69 juta sebagai fee/keuntungan yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Tersangka FS mengaku, menerima uang dari korban sebesar Rp 3,250 Miliar, untuk 82 orang yang ingin masuk menjadi ASN. Menerima fee dari tersangka N sebesar Rp 300 juta atas penerimaan 62 orang yang akan dimasukkan menjadi ASN dan menerima fee dari tersangka M sebesar Rp 100 juta penerimaan 21 orang yang akan dimasukkan menjadi ASN, digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Tersangka M mengaku, menerima uang dari korban sebesar Rp. 4,106 Miliar untuk pengurusan ASN, Menerima uang dari tersangka FS sebesar Rp 484 Juta untuk pengurusan 21 orang yang ingin masuk menjadi ASN di Kementrian Agama.

Tersangka N mengaku, menerima uang dari tersangka FS sebesar Rp 1,795 Miliar, untuk penerimaan 62 orang yang ingin masuk menjadi ASN.

Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 KUHP. Diancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda maksimal Rp. 500 juta. (M9)

Komentar

Berita Terkait