Detiknews.id Surabaya – Tersangka DBH (67) adalah pemuka agama di salah satu Gereja di Blitar. Ditahan oleh Rutan Polda Jatim, sejak 11 Juli 2025. Penahanan dilakukan saat Ditreskrimum Polda Jatim berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana pelecehan seksual pada anak di bawah umur.
Pemuka Agama asal Blitar, cabuli anak dibawah umur ditangkap Ditreskrimum Polda Jatim. Ini dilakukan tersangka dilakukan di beberapa lokasi, ada di kolam renang, ruang kerja, kamar, dan juga di Homestay. Sejak tahun 2021 sampai tahun 2022, saat menempati salah satu ruangan yang ada di sebuah Gereja.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menjelaskan, terhadap kasus ini penyidik telah mengamankan dan menangkap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur.
“Peristiwa ini terungkap berdasarkan adanya laporan polisi, yang dilaporkan oleh orang tua korban. Dimana penyidik juga telah menangkap tersangka,” kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, Rabu (16/05/2025).
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Widi Atmoko, menjelaskan, peristiwa ini sudah terjadi sejak tahun 2022 hingga 2024. Sedangkan untuk modus tersangka, bahwa tersangka ini melakukan perbuatan cabul atau pencabulan terhadap beberapa korban anak dibawah umur. Dengan cara memegang bagian vital milik para korbannya.
“Untuk kronologisnya, saat itu pelapor atau orang tua korban berinisial TKD beserta anak-anaknya yang sejak tahun 2021 sampai tahun 2022. Tinggal menempati salah satu ruangan yang ada di sebuah Gereja. Sedangkan untuk pencabulan yang dilakukan tersangka dilakukan di beberapa lokasi, ada di kolam renang, ruang kerja, kamar, dan juga di Homestay,” ungkapnya.
Senada dengan, Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyampaikan, pihaknya sangat apresiasi kepada Kapolda Jawa Timur. Beserta jajaran penyidik Ditreskrimum, yang telah menangani kasus pencabulan yang dilakukan pemuka agama.
“Saat ini keempat korban berada didalam perlindungan LPSK dan Kementrian PPA. Kami berharap proses ini terus berjalan dengan cepat, karena demi kepentingan terbaik para korban. Dengan adanya peristiwa ini membuat korban harus berpindah tempat, tentunya juga perlu pendekatan yang humanis,” jelasnya.
Ditambahkan oleh Ciput, ia ingin menyampaikan persoalan ini, yang melibatkan tokoh agama sebagai pelaku kekerasan seksual ini. Ini salah satu bentuk relasi kuasa kekerasan, yang berbasis relasi kuasa dan banyak sekali unsur. Dimana menyebabkan anak-anak itu tidak berani mengadu lebih cepat.
“Itu karena banyak orang tidak percaya, termasuk orang tua. Misalnya, pada saat anak mengadu tentang tindakan amoral atau asusila. Apalagi tokoh agama tersebut, dipercaya oleh orang terdekat. Terlebih dikenal masyarakat yang lebih luas,” ucapnya.
“Perlu kita dorong bahwa, perspektif UU TPKS. Itu adalah kita harus meyakini apa yang disampaikan oleh korban. Karena perspektif korban itu yang penting,” pungkasnya.
Akibat perbuatannya, tersangka akan dijerat dengan Pasal 82 junto pasal 76 e undang-undang RI nomor 17 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak. Dengan ancaman hukuman pidana penjara, paling sedikit 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling banyak 5 miliar rupiah. (M9)
Komentar