Dinamika COVID-19, Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Makro Ekonomi Dan Sistem Keuangan

Detiknews.id Jakarta- Bank Indonesia mendorong penggunaan pembayaran nontunai serta mendukung pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial melalui pembayaran nontunai. Sebagai kelanjutan dari sejumlah stimulus kebijakan yang telah diumumkan pada RDG tanggal 18-19 Februari 2020 dan tanggal 2 Maret 2020.

Melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Maret 2020, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan,  untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen. Suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.

“Memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder. Memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020, ” tuturnya. Kamis sore (19/03/2020)

Masih dengan Perry,  menambah frekuensi lelang FX swap tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari 3 (tiga) kali seminggu menjadi setiap hari. guna memastikan kecukupan likuiditas, yang berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.

“Penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia. Semula Rp. 600 menjadi Rp.1, untuk nasabah ke perbankan semula maksimum Rp. 3.500 menjadi maksimum Rp. 2.900. Berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020, ” ungkapnya.

Menurut Perry, Purchasing Manager Index (PMI), Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2020 turun menjadi 2,5 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 2,9 persen dan juga proyeksi sebelumnya sebesar 3,0 persen.

“Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2020 diprakirakan tetap baik. Pada Februari 2020 tercatat surplus 2,34 miliar dolar AS, membaik dibandingkan dengan capaian bulan lalu yang tercatat defisit 0,64 miliar dolar AS, ” jelasnya.

Perry menambahkan, Investasi portofolio masuk yang secara netto tercatat sebesar 5,1 miliar dolar AS hingga Februari 2020 kemudian menurun menjadi 365 juta dolar AS hingga 17 Maret 2020, lebih rendah dari perkembangan triwulan IV 2019 yang secara netto tercatat 6,59 miliar dolar AS.

“Posisi cadangan devisa pada akhir Februari 2020 tetap tinggi sebesar 130,4 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan defisit transaksi berjalan pada 2020 dan 2021 dalam kisaran 2,5-3,0 persen PDB, ” pungkasnya.

Nilai tukar Rupiah  melemah di pertengahan Februari 2020 hingga 18 Maret 2020 sebesar 5,18 persen dan secara point to point harian melemah sebesar 5,72 persen. Perkembangan ini, dibandingkan dengan level akhir 2019 terdepresiasi sekitar 8,77 persen.

Kelancaran Sistem Pembayaran, baik tunai maupun nontunai tetap terjaga. Posisi Uang Yang Diedarkan (UYD) per Februari 2020 tumbuh 5,44 persen (yoy). Sementara transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) posisi Februari 2020 turun 1,02 persen (yoy).

Transaksi UE tetap tumbuh cepat, mencapai 145,47 persen (yoy). Ke depan, Bank Indonesia memperkuat kebijakan sistem pembayaran, dengan memastikan operasional Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR) berjalan secara penuh (orderly functioned) melalui keandalan dan kelancaran sistem pembayaran.

Pasca berakhirnya wabah COVID-19, perekonomian global diprakirakan kembali meningkat pada 2021 menjadi 3,7 persen, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya 3,4 persen. Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 dari 5,0-5,4 persen menjadi 4,2-4,6 persen. Pasca berakhirnya COVID-19, pertumbuhan ekonomi 2021 diprakirakan kembali meningkat menjadi 5,2-5,6 persen.

Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan OJK dan Pemerintah. Akibat dinamika penyebaran COVID-19. Untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan.

Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran dan sebagai langkah pre-emptive untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. (M9)

Komentar

Berita Terkait