Detiknews.id Surabaya – Tingginya tingkat kehamilan tak diinginkan pada remaja di Indonesia mendapatkan perhatian serius dari BKKBN. Sebagai Koordinator Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia, BKKBN berharap pemerintah dan seluruh masyarakat bekerjasama dan bekerja keras untuk memberikan edukasi terbaik kepada remaja agar terhindar dari perilaku beresiko tinggi salah satunya free seks atau seks bebas.
Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menjelaskan tingginya permohonan dispensasi nikah tidak hanya terjadi di Jawa Timur saja. Namun yang menjadi perhatian adalah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan karena kurangnya pengetahuan tentang seks pada remaja Indonesia.
“Pendidikan seks di Indonesia sangat lemah karena masih dianggap tabu. Upaya kita untuk melakukan seksual education secara komprehensif masih menemui banyak tantangan,” ujar Hasto Wardoyo, Kamis (19/01).
Dokter Spesialis Kandungan ini menjelaskan pendidikan seks bukan memberikan edukasi bagaimana berhubungan seks tetapi lebih kepada pengenalan alat reproduksi, fungsi, serta bagaimana menjaga dan merawatnya sebagai upaya pencegahan terjadinya berbagai penyakit baik pada perempuan maupun laki-laki di masa depan.
“Untuk itu melalui Program Generasi Berencana atau GenRe, BKKBN mencoba untuk memberikan pendidikan seks melalui generasi sebaya dan Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur dibawah kepemimpinan Ibu Maria Ernawati telah berhasil menjembatani sinergi antara lintas sektor di dalam pembinaan remaja, memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan positif remaja, dan bersama-sama remaja mengembangkan kegiatan yang akrab yang sesuai dengan kebutuhan remaja melalui Insan GenRe,” ucapnya.
Hasto Wardoyo menjelaskan GenRe atau Generasi Berencana program yang dikembangkan oleh BKKBN dengan kelompok sasaran program, yaitu: Remaja yang berusia 10-24 tahun tapi belum menikah, mulai siswa SMP, SMA hingga Mahasiswa/Mahasiswi yang belum menikah. Adapun tiga masalah remaja yang saat ini berusaha diselesaikan oleh BKKBN melalui forum GenRe yakni tingginya pernikahan dini, pergaulan atau seks bebas dan penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza).
“Saya yakin jika remaja khususnya remaja baik laki-laki dan perempuan mendapatkan seks education mereka akan menjaga diri sebaik mungkin dan tidak akan melakukan free seks,” urainya.
Hasto menjelaskan pada perempuan dibawah usia 20 tahun itu memiliki bentuk serviks atau mulut rahim perempuan yang masih menghadap keluar. Sehingga bila tersentuh alat kelamin laki-laki maka akan sangat rawan dan sangat berpotensi terjadi infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Bila sudah terpapar HPV maka dalam kurun waktu 7 hingga 20 tahun ke depan sangat berpotensi terjadi kanker serviks atau kanker mulut rahim.
“Saat saya menjadi Bupati Kulonprogo selama dua periode, pendidikan seks sudah saya masukan ke mata pelajaran Penjaskes. Bisa dilihat bagaimana dispensasi nikah disana dan jumlah kehamilan atau kelahiran pada remaja rendah. Ini bisa dijadikan contoh untuk daerah lain,” tutupnya. (D1)
Komentar