Detiknews.id Surabaya – Orang tua memiliki peran penting dalam proses tumbuh kembang anak. Sayangnya di era digital ini, masih banyak orang tua yang belum mengerti bagaimana harus menjadi orang tua bahkan masih banyak orang tua yang merasa masih memiliki otoritas penuh terhadap anak.
Tokoh Intelektual Muslim Indonesia, Sabrang Mowo Damar Panuluh mengungkapkan bagi dirinya keluarga adalah tempat untuk pulang dengan meletakkan semua topeng-topeng tanpa akan mendapatkan penghakiman. Keluarga merupakan tempat untuk menjadi diri sendiri, bebas berekspresi, mengeluarkan pendapat tanpa takut akan adanya penghakiman.
“Keluarga adalah tempat melepaskan topeng maka orang tua harus bisa memberi ruang bagi anak untuk berbicara apa adanya dan melakukan kesalahan apa saja namun tetap di omongkan,” kata Sabrang dalam sebuah Podcast Serunya bercerita bersama (serasa) Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur.
Pria yang lebih dikenal sebagai Neo Letto, Vokalis Band Letto ini menambahkan anak itu harus diberikan ruang untuk mencoba limit dan kadang harus merasakan sebuah efek dari kesalahan yang dilakukan. Namun hal itu tidak akan terjadi di dalam keluarga yang selalu memberlakukan sistem judge atau menghakimi dalam mendidik anak.
“Biarkan anak berproses dan melakukan kesalahan. Orang tua tidak boleh punya full otoritas terhadap anak. Namun orang tua harus menjadi partner dalam tumbuh bersama bagi anak mereka,” tegas putra pertama dari budayawan Emha Ainun Nadjib ini.
Alumnus Universitas Aberta,Kanada ini menjelaskan secara usia, orang tua memang lebih dewasa namun di era digital saat ini, orang tua tidak dapat dipastikan bahwa orang tua lebih berpengalaman terhadap digitalis yang saat ini menjadi kebutuhan primer bagi anak-anak.
“Ayah tidak pernah memperlakukan saya sebagai murid atau sebagai orang yang harus dikontrol tapi lebih menerapkan saya sebagai teman diskusi,” ungkap pria yang lebih dikenal dengan nama Neo Letto.
Sabrang membeberkan salah satu contoh yang dilakukan oleh sang ayah Emha Ainun Najib saat sang ayah tahu kalau dirinya akan menabrak sesuatu maka dibiarkan saja sama sang ayah. Hal itu bertujuan agar saya pernah merasakan bagaimana menabrak dan konsekuensi yang akan saya terima. Maka dalam mendidik anak, Sabrang pun menerapkan pola didik yang sama. Salah satu contohnya saat mengetahui anak akan naik pohon yang basah dan licin, maka besar kemungkinan bahwa sang anak akan jatuh.
Namun dirinya membiarkan saja tindakan sang anak yang penuh dengan resiko tersebut. Tujuannya agar anak pernah merasakan jatuh namun sebagai orang tua tentunya dirinya akan memastikan saat anak jatuh sebagai orang tua dirinya bisa menangkap dan meminimalisir terjadinya trauma atau kerusakan permanen yang akan dialami oleh sang anak ketika terjatuh.
“Saya pernah ngomong, mumpung masih kecil lakukan kesalahan sebanyak mungkin karena efeknya juga kecil tapi kalau sudah dewasa melakukan kesalahan maka efeknya akan lebih besar,” imbuhnya.
Di era digital ini, sambung Sabrang, seyogyanya para orang tua mulai belajar tentang digital, salah satu contoh mengenal dan belajar bermain game yang biasa dimainkan sang anak, misal roblok . Bahkan, orang tua tidak perlu gengsi atau malu untuk bertanya ke anak ketika mereka tidak tahu. Tentunya hal itu akan semakin meningkatkan komunikasi keluarga, membangun komunikasi orang tua dan anak yang paling penting,anak akan sangat senang karena merasa orang tua mereka memahami mereka dan keterbukaan antar keluarga akan bisa terjalin.(D1)
Komentar