Klarifikasi Fakta: Dua Bandara di Morowali dan Kedaulatan Negara

Sekretariat Jenderal Relawan Jokowi (RéJO) for Prabowo-Gibran, Muhammad Rahmad

Detiknews.id Jakarta – Klarifikasi Fakta,  menanggapi berbagai pemberitaan dan diskusi publik. Terkait keberadaan bandara di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Sekretariat Jenderal Relawan Jokowi (RéJO) for Prabowo-Gibran Muhammad Rahmad. Menegaskan, terkait klarifikasi faktual,  untuk mencerdaskan publik dengan informasi yang akurat dan berimbang.

1. Terdapat Dua Bandara Berbeda di Morowali 

Publik perlu memahami bahwa di Morowali terdapat dua Bandara yang sepenuhnya berbeda:

A. Bandara Morowali (Bandara Bungku/Maleo) – Milik Pemerintah Kabupaten Morowali, dibangun dengan APBN/APBD, dikelola Kementerian Perhubungan, berstatus bandara umum (public airport), dengan fasilitas runway 1.400 m (rencana perpanjangan menjadi 2.200 m).

Bandara ini memiliki kehadiran aparat negara secara penuh termasuk imigrasi, bea cukai, dan TNI/Polri.

Bandara ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dan sama sekali tidak bermasalah.

B. Bandara IMIP – Milik PT IMIP (private airport), berfungsi sebagai Bandara khusus (private airstrip). Untuk logistik internal industri seperti mengangkut pekerja, menerima barang teknis, dan mobilitas internal kawasan industri. Status ini sama dengan bandara khusus milik perusahaan tambang dan industri lain di Indonesia.

2. Meluruskan Klaim ‘Otoritas Indonesia Tidak Bisa Masuk’ 

Klaim bahwa otoritas Indonesia tidak bisa masuk ke kawasan IMIP adalah tidak akurat. Yang benar adalah:

TNI/Polri memang perlu koordinasi untuk masuk ke fasilitas privat — hal ini merupakan aturan standar objek vital industri, sama seperti jika masuk pabrik Astra, smelter Vale, atau tambang Freeport.

Bukti Paling Jelas: 

Latihan Kopasgat/Kopasgard pada 20 November 2025 benar-benar dilakukan di dalam kawasan IMIP. Jika benar-benar “tidak bisa masuk”, latihan tersebut mustahil terjadi.

Akses dibatasi, bukan dilarang; perlu protokol, bukan “negara tidak bisa masuk”.

3. Meluruskan Klaim soal Bea Cukai dan Imigrasi

Klaim bahwa tidak ada kontrol negara karena bandara IMIP tidak memiliki pos bea cukai dan imigrasi perlu diperjelas:

  • Bandara IMIP memang tidak punya pos Bea Cukai & Imigrasi, KARENA bandara IMIP bukan bandara internasional.
  • Bandara IMIP tidak boleh menerima pesawat dari luar negeri dan tidak boleh memproses orang asing dari luar negeri secara langsung.
  • Orang asing yang bekerja di IMIP harus melalui bandara internasional resmi (Makassar, Kendari, Manado, Jakarta), baru kemudian terbang domestik atau lewat jalur darat/laut.
  • Kontrol negara tetap berlaku melalui: imigrasi bandara internasional, flight approval Kemenhub, manifest flight domestik, dan pengawasan TNI/Polri.

4. Bandara IMIP bukan Anomali Kedaulatan 

Indonesia memiliki puluhan bandara khusus milik swasta yang tetap di bawah izin pemerintah, antara lain:

  • Freeport (Papua)
  • PT Vale (Sorowako)
  • Adaro (Kalimantan)
  • Pupuk Kaltim
  • Perkebunan sawit di Kalimantan & Sumatra
  • Bandara Kediri (awal mula: bandara khusus milik PT Gudang Garam).

Secara legal, Bandara IMIP mengikuti jalur hukum yang sama dengan bandara khusus lainnya.

Bandara Pemerintah (Bandara Morowali): Aman, terbuka, diawasi negara, tidak ada masalah. Artinya, Bandara IMIP (Bandara khusus perusahaan): Legal sebagai bandara privat, akses dibatasi (bukan ditutup), negara tetap punya wewenang, namun memang perlu pengawasan lebih baik mengingat sensitivitas kawasan industri. Narasi “negara dalam negara” lebih merupakan kritik keras soal kurangnya transparansi atau kurangnya literasi publik, bukan deskripsi konkrit tentang hilangnya kedaulatan.

“Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bijak dalam menyikapi informasi dan selalu mengecek fakta sebelum menyebarkan berita,” pungkasnya. (M9)

Komentar