Detiknews.id Sidoarjo – Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Jawa Timur (Karantina Jawa Timur). Berhasil mengungkap kasus penyelundupan pengeluaran puluhan hewan, dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya ke Pelabuhan Atapupu, Atambua, Nusa Tenggara Timur.

Barantin Jatim, menangkap pelaku penyelundupan. Dengan menyita anjing 10 ekor, marmut 11 ekor, dan burung 83 ekor dibawa oleh DVA. Tanpa dilengkapi dokumen persyaratan, serta tidak dilaporkan ke petugas karantina. Baik di Surabaya, Jawa Timur maupun di Atambua, Nusa Tenggara Timur.
“Pengeluaran media pembawa atau hewan-hewan yang tidak dilengkapi dokumen karantina, bukanlah sekadar pelanggaran administratif. Tindakan ini berpotensi membawa dampak besar, terhadap kesehatan masyarakat. Khususnya, risiko penyebaran penyakit mematikan. Seperti rabies dan flu burung, yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis),” ungkap Hari Yuwono Ady, Kepala karantina Jawa Timur saat konferensi pers.
Menurutnya, lalu lintas hewan yang tidak dilaporkan ke Karantina juga rawan melanggar prinsip kesejahteraan hewan (kesrawan). Karena dalam prosesnya, hewan-hewan ini kerap mengalami kondisi yang tidak layak. Seperti menggunakan kandang tidak sesuai standar, sehingga hewan mengalami stress yang dapat mengakibatkan kematian.
“Pelaku mengaku, telah merencanakan dan melakukan pengiriman hewan tanpa melapor karantina. Sebelumnya, juga telah melakukannya sebanyak 3 kali,” ungkapnya.
Barang bukti yang disita petugas, berupa kandang besi 16 buah, berita acara kematian 11 ekor marmut, 83 ekor burung dan 4 ekor anjing. Kematian tersebut dikarenakan beberapa faktor, seperti dehidrasi dan stress saat pengiriman, ditambah kondisi kandang yang tidak layak.
Sedangkan, barang bukti hewan yang masih hidup yaitu, anjing 6 ekor terdiri dari: 1 ekor Pitbul, 2 ekor Pomeranian, 1 ekor jenis Chow chow, 1 ekor Husky dan 1 ekor Poodle. Untuk selanjutnya sambil menunggu proses hukum, hewan-hewan tersebut dipelihara di Instalasi Karantina Hewan kesayangan Karantina Jawa Timur.
Hari menjelaskan, bahwa penetapan tersangka pada kasus tersebut telah melalui proses wasmatlitrik (pengawasan, pengamatan, penelitian dan pemeriksaan), dilanjutkan dengan penyidikan oleh Tim Penegakan Hukum karantina Jawa Timur, sebelum ditetapkan P21 Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada tanggal 8 Juli 2025 dengan Nomor Surat: B-5029/M.5.4/Eku.1/7/2025.
“Akibat perbuatannya, pelaku dijerat pasal yang dilanggar oleh DVA adalah Pasal 88 huruf a dan c jo. pasal 35 ayat (1) huruf a dan c UU. No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Dengan ancaman hukuman pidana penjara, paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak 2 miliar,” jelasnya.
Hari mengajak seluruh masyarakat untuk tidak melalu lintaskan media pembawa. Baik hewan, ikan, dan tumbuhan, maupun produknya secara ilegal.
“Masyarakat diharapkan, melaporkan segera kepada pihak karantina. Jika menemukan indikasi pengeluaran atau pemasukan media pembawa yang tidak disertai dengan dokumen karantina. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah masuk dan keluarnya hama dan penyakit yang berbahaya. Baik terhadap lingkungan maupun manusia,” tandasnya.
Hari juga menyampaikan, bahwa keberhasilan pengungkapan penyelundupan adalah bukti nyata. Bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting. Dalam mencegah masuk dan tersebarnya penyakit hewan berbahaya, di wilayah Jawa Timur.
“Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh pejabat Karantina Jawa Timur, pejabat Karantina Nusa Tenggara Timur, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Jatim, Kejaksaan Tinggi Jatim, BBKSDA Jatim serta seluruh masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut,” pungkas Hari. (M9)
Komentar