Detiknews.id-Derasnya informasi terkait corona dan tidak terkendalinya penyebaran pandemic ini membuat masyarakat khawatir. Panik dan bertanya-tanya apakah dirinya juga terpapar oleh virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok ini. Terutama bagi mereka yang masih harus melakukan kegiatan di luar rumah, terkait kebutuhan ekonomi.
Penyebutan identitas pasien yang dinyatakan positif corona hingga kini masih menuai pro dan kontra. Beberapa pihak menilai identitas tersebut perlu untuk kewaspadaan masyarakat, namun beberapa lainnya menganggap sebaliknya. membuka dan mengumumkan data penderita yang sudah dinyatakan positif Covid-19.“Hal ini untuk memudahkan contact tracking, petugas atau masyarakat bisa melakukan deteksi dengan cepat. Siapa saja dan kemana saja penderita sebelum dilakukan karantina atau isolasi.”Demikian disampaikan, Malin, SH, ketika ditemui dikediamannya, Sabtu (25/04/2020)
Pada ayat 2d UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan itu disebutkan; Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal kepentingan masyarakat.“Artinya, untuk kepentingan masyarakat luas, rahasia kondisi kesehatan pribadi dapat dibuka. Pasal ini kemudian diperkuat lagi dengan Pasal 9 ayat 1 (satu) dan 4b Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran,” jelasnya.
Dia juga menerangkan, pada Pasal 9 ayat 1 disebutkan, pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien. Hal itu dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum.
Kemudian di ayat 4b disebutkan, kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular. Pasal ini jelas terkait dengan situasi saat ini, sebut Malin.
“Dengan demikian, Gugus Tugas Penanganan Covid–19 Melawi diminta membuat protokol tentang keterbukaan informasi publik terkait informasi anggota masyarakat dengan status positif corona atau PDP,” tegasnya.
Pengumuman identitas pasien disertai dengan penjelasan lokasi tempat tinggal, aktivitas selama paling lama 14 hari ke belakang, akan membantu masyarakat mendeteksi dini diri mereka sendiri.“Jika merasa pernah berinteraksi, maka anggota masyarakat tadi diwajibkan melapor kepada satgas penanganan wabah virus corona setempat, untuk dilakukan test kesehatan,” jelas Malin lagi.
Malin juga kembali menjelaskan, memang hukum positif kita memang mengatur larangan untuk membuka data pasien dan penyakitnya. Dalam UU Kebebasan Informasi Publik, riwayat pasien itu adalah informasi yang dikecualikan alias tidak boleh dikonsumsi publik.
“Tapi aturan itu kan dalam kondisi normal. Kalau dalam keadaan darurat, data itu bisa dibuka atas nama kepentingan publik dan upaya pencegahan Covid-19 agar tidak semakin meluas,” ujar mantan Anggota DPRD Melawi itu.
“Justru pembukaan data pasien (orang terknfeksi Covid-19) berupa nama dan alamat maka orang kemudian tahu kalau sudah komunikasi (dengan orang positif Covid-19) maka akan sangat mudah diketahui orang yang menjalin kontak dan ke rumah sakit. Jadi tidak memudahkan upaya penularan,” ujarnya. Apalagi, dia menambahkan, infeksi Covid-19 bukanlah sebuah keadaan yang memalukan sehingga tidak akan mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat.(010)
Komentar