Detiknews.id Surabaya – Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan soal perkara PT Bank J Trust Indonesia berupa kredit macet sekitar Rp. 21,9 miliar dengan menuduh 3 pegawai Bank yang selama ini sudah bekerja sesuai prosedural dari Perusahaan. Terkait ini, dalam sidang lanjutan (07/05/2024). Sidang yang digelar selama berulang kali ini banyak kejanggalan, di ruang Sari Pengadilan Negeri Surabaya.
Tiga pegawai Bank J Trust Surabaya yakni Daud Romy Wijaya dan Branch Manager, Heppy, Senior Branch Manager. Satu orang lainnya, bernama Drs. Yongky Hartono, Kepala Divisi Commercial Business Coverage (meninggal dunia) di Lapas Medaeng.
Melalui Kuasa Hukumnnya, Advokat Berton Sitanggang S.H dan Advokat R Fauzi Zuhri Wahyu Pradika S.H, M.H menuturkan, sebelum kredit PT. Karunia Jaya Bersama (KJB) disetujui oleh PT Bank J Trust. Saat itu, klien Heppy 2 kali melakukan kunjungan. Pertama bersama Pak Yongky pada 17 April 2017. Kunjungan yang kedua pada 19 Mei 2017 bersama dengan akuntan Bank J Trust Surabaya dan Direktur Utama Bank J Trust Jakarta, Ritsua Agung.
“Perkara ini bermula pada tanggal 19 April 2017 klien kami menerima permohonan kredit sebesar Rp. 30 miliar dari KJB yang ditandatangani Michael Wongso. Kedua klien kami ini sudah bekerja sesuai SOP yang berlaku di perusahaan. Namun oleh perusahaan malah dilaporkan dan harus bermasalah dengan hukum, hingga saat ini masih melakukan sidang,” tuturnya
Selanjutnya, terdakwa Heppy memberikan keterangan seputar proses pemberian kredit untuk KJB senilai Rp. 30 miliar. Proses kredit ini sejak analisa hingga pencairan kredit sudah dilakukan dengan benar sesuai prinsip kehati-hatian Perbankan.
Masih dengan Berton, Heppy yang saat itu menjabat Senior Branch Manager Bank J Trust cabang Surabaya mengatakan, setelah mengajukan Nota Analisa Kredit (NAK) kepada Tim Analis dan begitu tim analis menyatakan kredit tersebut layak, selanjutnya NAK tersebut dia berikan kepada tim komite kredit untuk dilakukan rapat yang diwakili Direktur Bisnis, Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan Direktur Utama.
“Berdasarkan SOP, tim bisnis diwakili oleh direktur bisnisnya yaitu Budi Halim, akhirnya kredit PT. KJB disetujui senilai Rp. 30 miliar. Semua keputusan pemberian kredit dilakukan di kantor pusat Bank J Trust Jakarta. Kantor J Trust cabang Surabaya tidak punya wewenang untuk memutuskan,” kata Berton.
Menurutnya, kliennya sudah bekerja sesuai SOP. Seperti memastikan, sebagai pengusul, sudah melakukan BI Checking, Trading Checking terhadap supplier dan buyer, sudah melakukan rekap rekening usaha calon debitur. Serta sudah melakukan analisa awal terhadap kebutuhan modal kerja calon debitur dengan meminta surat keterangan domisili perusahaan dan SIUP-TDP yang masih berlaku.
Berton menerangkan, klien memakai laporan keuangan In House sewaktu mengumpulkan bahan untuk menganalisa kredit PT. KJB dan diperbolehkan. Kendati, berdasarkan ketentuan dari tim Ratek seharusnya dia memakai laporan keuangan berbentuk Auditing.
“Alasannya karena diperkenankan oleh kantor pusat J Trust. Mereka tidak dalam kapasitas memutuskan bahwa itu boleh apa tidak. Klien kami mengajukan permohonan, dijawab boleh oleh pimpinan. Jika menggunakan laporan keuangan In House dengan catatan wajib melengkapinya,” ungkapnya.
Sebelum terdakwa Yongki (meninggal), saat sidang pernah menolak soal PT. KJB berdasarkan Nota Analisa Kredit (NAK) tidak mempunyai kemampuan membayar kewajibannya berupa cicilan dan bunga. Ternyata dari hasil proyeksi, KJB mempunyai kemampuan membayar 239 persen. Artinya, misalnya kewajibannya 100 ribu maka dia punya dana 239 juta, artinya 2,64 kali lipat dari kewajibannya.
Saat itu, Yongki juga menjelaskan dalam sidang. Rekening koran KJB juga sudah dilihat semua mutasinya. Rekening koran itu mencerminkan 92,8 persen dari total neraca rugi laba Debitur. Artinya perusahaan itu menggunakan seluruh dana yang didapat masuk ke rekening koran Debitur sehingga kita menilai dana yang ada itu betul-betul masuk ke perusahaan.
Ditambahkan oleh Berton, terkait indikasi pidana berupa dugaan pemalsuan, kalau itu terjadi pasti semua yang terlibat dalam pencairan kredit Bank J Trust kepada PT KJB akan dipanggil.
“Cuma di kasus PT KJB Para direksi (pemutus kredit) lebih dahulu menyetujui fasilitas kredit tanpa di dahului Analisa Risk dan Review (ARR). Seharusnya ARR dulu baru RKK. Tanggal 23 di putus atau disetujui komite, dan RKK keluar, tanggal 24 ARR baru keluar, kan aneh…,” ungkap Berton Sitanggang S.H.
Untuk diketahui, Kredit ini sudah berjalan hampir 3 tahun, namun temuan Audit tersebut tidak pernah di informasikan kepada para terdakwa, termasuk saat perpanjangan kredit. Apabila ada data yang belum lengkap seharusnya diinformasikan. Jadi para terdakwa tidak tahu saat ada perpanjangan kredit pertama maupun kedua.
Keterlibatan komite kredit. Tetapi, tidak hadir di persidangan antara lain : untuk pemutus Kredit yaitu, Ritsuo Ando ( Plt. Direktur Utama), Budi T Halim (EVP Business Development), HB Purnomo (EVP Commercial Risk). Mengetahui, Felix I Hartadi (MD Risk & Compliance). Sedangkan yang hadir di Persidangan yaitu Purbaji Basuki (Div. Compliance) dan Mohammad Sjafari (Div Corporate Legal & Ligitation).
Sedangkan, dalam struktur pengurusan yang dijadikan Saksi. Namun tidak hadir, yaitu, Michael Wangsawijaya, Ardyanto Widjaja, Maria Heppy Setiawati, dan Arik Wahyuningsih.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim Mochamad Taufiq Tatas dan tim. Jaksa yang bertugas Darwis S.H dan Furqon Adi Hermawan S.H.
Ketiganya dijerat Pasal 49 ayat 2 (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dianggap perbuatannya menimbulkan kerugian PT Bank J Trust Indonesia berupa kredit macet. (M9)
Komentar