Detiknews.id Surabaya – Merebaknya pandemi virus Corona atau Covid-19 saat ini, membuat masyarakat mendapat informasi simpang siur di dunia maya dengan adanya berbagai istilah mulai disinfektan, antiseptik, hingga bilik sterilisasi. Baru-baru ini, World Health Organization (WHO) telah memberi peringatan terkait bahaya pemakaian alkohol dan chlorine pada tubuh.
Melihat hal tersebut, Prof Dr rer nat Fredy Kurniawan MSi, guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), mengungkapkan, virus baru ini (Covid-19) dibasmi dengan disinfektan dan antiseptik yang dinilai sebagai langkah preventif untuk mencegah penularan virus corona banyak diburu dan bahkan diracik sendiri oleh masyarakat.
“Yang lebih menarik, munculnya fenomena bilik sterilisasi atau sterilization chamber, saya kira hal ini dipicu oleh keberhasilan Vietnam yang turut mempopulerkan lewat dunia maya. Masalah mulai timbul ketika ada sentilan dari WHO terkait bahaya pemakaian alkohol dan chlorine pada tubuh,” kata dosen Departemen Kimia ITS ini.
Menurutnya, informasi tersebut mengingatkan pada kita bahwa bahan kimia perlu ditangani dengan benar. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai kimia sangat diperlukan, mengingat banyak masyarakat awam yang membuat disinfektan maupun antiseptik sendiri.
“Bila dilakukan oleh orang yang tidak punya kompetensi dan kapabilitas yang cukup dalam meramu dan menggunakan secara benar, maka akan sangat berbahaya bagi diri sendiri, orang lain, dan juga lingkungan dalam waktu dekat dan bisa jadi jangka panjang,” ungkap Fredy prihatin. Minggu (29/03/2020)
Dosen yang bergelut di bidang kemo dan biosensor, menjelaskan tentang antiseptik dan disinfektan. Berdasarkan istilah WHO, antiseptik adalah salah satu jenis disinfektan yang menghancurkan atau menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup tanpa mengakibatkan cedera.
“Termasuk dalam klasifikasi ini adalah polyvidone iodine, chlorhexidine, dan alkohol. Sedangkan, disinfektan berfungsi menghancurkan dan menghambat mikro organisme patogen pada keadaan nonspora atau vegetatif, ” terang Fredy.
Bahan-bahan berbasis kedua material yang disebut, yaitu chlorine dan etanol banyak tersedia di pasaran. Bahkan, WHO juga telah memberikan resep rekomendasi membuat hand sanitizer berbasis etanol dan Iso Propyl Alcohol (IPA).
“Masalahnya, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk meramu dengan benar? Bahkan di antara yang membuat tidak mengerti bagaimana memeriksa kadar alkohol dan bahan yang digunakan dengan baik,” tutur Fredy mengingatkan.
Dengan adanya formula WHO ini, menurut Fredy, membuat orang awam membuat hand sanitizer sendiri karena harganya di pasaran sangat mahal. Ada yang membuat untuk kebutuhan pribadi atau bahkan juga karena melihat peluang bisnis.
“Bahan baku etanol dan IPA menjadi langka dan harganya meningkat drastis, dari Rp 30 ribu per liter menjadi Rp 180 ribu per liter. Senyawa-senyawa dalam rekomendasi tersebut sebenarnya bukan untuk antiseptik, apalagi ada ide senyawa tersebut dipakai pada bilik sterilisasi, ,” ungkap Kepala Departemen Kimia ITS ini.
Padahal WHO tidak merekomendasikan cairan seperti etanol, chlorine, dan H2O2 pada bilik sterilisasi.
Lanjut Fredy, bahan-bahan tersebut bersifat karsinogenik bahkan mengakibatkan mutasi bakteri, dapat dilihat Material Safety Data Sheet (MSDS). Pendapat ini mempertimbangkan dampak negatif pada 1 hingga 2 tahun ke depan. Selain itu, bilik sterilisasi menggunakan Ozon dan Chlorine Dioxide memiliki potensi mengatasi kasus Covid-19 dengan aman. Namun, syarat bilik sterilisasi harus dibuat dan dikontrol kualitasnya oleh tenaga ahli yang kompeten.
“Kontrol kualitas dari bilik yang dimaksud adalah terkait dosis dan cara penggunaan yang benar, bahan-bahan disinfektan lain selain Ozon dan Chlorine Dioxide tidak direkomendasi karena dapat mengakibatkan efek samping yang fatal dalam jangka waktu dekat maupun panjang,” pungkasnya. (M9)
Komentar