Detiknews.id Surabaya – Pada tahun 2022, Jawa Timur menjadi provinsi dengan permohonan dispensasi kawin paling banyak. Angka pernikahan anak di Jawa Timur masih cenderung tinggi. Perkawinan anak merupakan masalah sosial yang menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk Jawa Timur.
BKKBN Jawa Timur, menginisiasi pertemuan dengan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim). Untuk mendiskusikan langkah ke depan dalam mengatasi persoalan pernikahan anak di Jawa Timur.
Saat berada di Kantor MUI Jatim, Jalan Raya Wisma Pagesangan, Surabaya. Dihadiri, Kepala BKKBN Jawa Timur Dra. Maria Ernawati, MM beserta jajaran; Ketua MUI Jatim, H. Ainul Yaqin, S.Si, M.Si, Apt; Ketua Forum PAUD Jatim Dr. Dwi Astutik, S.Ag, M.Si, serta Wakil Dekan UINSA Dr. H. Moh. Ilyas Rolis, S.Ag, M.Si
“Terkait isu stunting, yang angkanya di Jawa Timur saat ini 17,7 persen. Apabila kita tarik salah satu penyebabnya adalah perkawinan anak. Dari data Pendataan Keluarga 2023, kami dapatkan di Jawa Timur. Perempuan usia sekolah di bawah 19 tahun, tercatat sebagai Kepala Keluarga. Artinya di usia sekolah tersebut, mereka ini sudah menjadi janda. Ini relate dengan pernikahan anak di Jawa Timur,” tutur Maria Ernawati.
Maria berharap, bersama MUI dapat diambil langkah preventif. Untuk meminimalisir fenomena perkawinan anak yang berdampak negatif. Terhadap para pelaku pernikahan anak dalam berbagai aspek, baik kesehatan, ekonomi, psikologis, hingga potensi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga serta perceraian.
Menanggapi secara serius persoalan tersebut, Ketua MUI Ainul Yaqin menjelaskan, MUI sejak 2006 telah mengeluarkan fatwa terkait pernikahan anak.
“Pernikahan dini hukumnya sah, jika memenuhi syarat dan rukun nikah. Tetapi haram jika mengakibatkan mudarat, atau bahaya seperti dampaknya pada kesehatan anak-anak, keluarga yang tidak sempurna, keretakan keluarga dan lain sebagainya,” terangnya.
Melihat kompleksitas persoalan pernikahan anak, Ainul Yaqin menyebut perlu kerjasama dengan banyak pihak untuk menurunkan praktik pernikahan anak. Ia pun menegaskan, kesiapan MUI ikut serta mewujudkan masyarakat yang sehat melalui pencegahan pernikahan anak.
“Di MUI ada Komisi Dakwah. Kita bisa sampaikan dalam kajian, tidak hanya soal akidah tapi kita sampaikan juga berbagai ilmu soal keluarga. Isu ini perlu disentuh untuk menjawab persoalan kita bersama. Supaya anak atau orang tua memahami bahwa dalam sebuah perkawinan ada banyak hal yang perlu dipenuhi atau dipersiapkan. Kaitannya adalah merubah paradigma atau mindset masyarakat bahwa berumah tangga itu berat,” lanjutnya.
Terkait fatwa pernikahan dini, BKKBN Jatim mendorong pembahasan lebih lanjut. Bersama MUI Jatim, untuk menjabarkannya secara lebih komprehensif agar mudah dipahami dan disosialisasikan kepada masyarakat.
Dengan melibatkan para ulama di daerah, untuk menggali permasalahan. Kemudian dirangkum sebagai panduan, sehingga fatwa pernikahan dini tidak menjadi subyektif dan ditafsirkan secara berbeda-beda.
Hal itu diamini oleh Ketua MUI Jawa Timur, “Betul, perlu dijabarkan secara mendetail untuk menguraikan mudaratnya, sehingga lebih detail pemahaman terkait fatwa ini,” pungkasnya. (M9)
Komentar