Ketum IMASOL Riau : Polemik Geothermal Gunung Talang Tak Kunjung Usai

OPINI, Ketua Umum Ikatan Mahasiwa Solok (IMASOL) RIAU, Pekanbaru, Yoga Novriadi sesalkan Polemik Geothermal Gunung Talang Tak Kunjung Usai.

Apa itu Geothermal ?

Geothermal sendiri merupakan energi panas bumi yang  relatif ramah lingkungan jika digunakan sesuai prosedur dan dapat dimanfaatkan sebagai pengganti energi berbahan bakar fosil.

Geothermal di Indonesia ?

Indonesia sendiri merupakan negara ke 3 penghasil listrik dari energi geothermal dengan kapasitas 3,092 Mwe bahkan sekitar 40% cadangan energi Geothermal berada di bawah tanah indonesia.

Polemik Geothermal di Gunung Talang

Baru baru ini sedang hangatnya berbagai perdebatan terkait Geothermal di Lingkungan Gunung Talang Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Salah satunya ialah Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTB) di Gunung Talang yang akan dikelola oleh PT Hitay Daya Energy diwarnai aksi penolakan dari masyarakat.

Pemanfaatan energi panas bumi di Gunung Talang merupakan proyek skala nasional yang menargetkan 35.000 MW di lahan sebesar 27.000 Hektar dengan potensi energi diperkirakan 58MW. Berdasarkan UU no 27 th 2003 mengimplikasikan bahwa aktivitas Geothermal dilarang untuk dilaksanakan di wilayah hutan lindung dan area konservasi. Dalam Instrumen Pengelolaan Lingkungan untuk diadakannya kegiatan berbentuk pertambangan dilingkungan harus diadakan Kajian Lingkungan Hidup agar sesuai dengan UKL-UPL.

Sedangkan saat ini kita ketahui bahwasannya Gunung Talang berstatus Aktif dengan Hutannya dinyatakan sebagai kawasan Hutan Lindung. Dokumen UKL-UPL PT Hitay Data Energy juga menyebutkan adanya ancaman hilangnya vegetasi darat dan berbagai permasalahan lingkungan lainnya. Hal ini telah menunjukkan bahwa tidak seharusnya proyek Geothermal ini dilanjutkan di kawasan Gunung Talang karena telah melanggar beberapa aturan.

Masyarakat yang mayoritas sebagai petani khawatir hal ini merusak lahan mereka karena pencemaran lingkungan dari proyek tersebut. selain itu jugadituturkan bahwa kegiatan pembersihan lahan di lokasi berdampak kelongsoran dan bisa menimpa beberapa rumah warga.

Geothermal sebagai kendaraan Politik ?

Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai haluan negara tentang penyelenggaraan negara sebagai pernyataan masyarakat secara menyeluruh dan terpadu sudah tidak berlaku lagi semenjak Amandemen UUD 1945 dimana terjadi perubahan peran MPR dan Presiden, sebagai gantinya lahir UU no 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Penjabaran dari tujuan dibentuknya RI sesuai UUD 1945 dituangkan pada RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) yakni 20 tahun dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) yakni 5 tahun. Di tingkat daerah, PEMDA harus menyusun RPJP dan RPJM daerah dengan merujuk pada RPJP Nasional.

Berdasarkan aturan aturan tersebut seharusnya PEMDA Kabupaten Solok Mampu memutuskan Polemik Geothermal dangan mengutamakan Kepentingan Rakyat dan jika hal tersebut tidak disetujui PEMDA berhak mengajukan pengaduak ke Pengadilan tata Usaha Negara.

Dimana Peranan Kaum Intelektual ?

Masyarakat solok dari berbagai bidang ilmu turut mendukung penolakan terhadap geothermal bahkan ikutterlibat dalam berbagai aksi penolakan hingga bentrok dengan aparat. Saat ini masyarakat khawatir Polemik Geothermal ini dijadikan sebagai kendaraan politik nantinya oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab baik sebagai Kendaraan Politik PILKADA maupun Pemilu. Untuk itu sangat diharapkan peranan kaum intelektual diberbagai bidang turut serta membantu menyelesaikan Polemik Geothermal di kawaasan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Penulis : Yoga Novriadi
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Solok-Riau, Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Riau, aktivis Himpunan mahasiswa Islam cabang Pekanbaru

Contributor : Guswanda Putra

Komentar

Berita Terkait