Peradi Surabaya Bersama FH Unair dan MA, Gelar Seminar Mediasi Era Digital

Detiknews.id Surabaya – Peradi DPC Surabaya bersama Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) dan Mahkamah Agung (MA) menggelar Seminar dalam 3 seri di bulan Juni, Juli dan Agustus. Dengan tema, Tantangan Mediasi Era Digital. Kegiatan ini dalam rangka mencetak Mediator berkualitas dan handal. Peserta seminar yang hadir yaitu Advokat, Notaris dan untuk umum.

Menghadirkan nara sumber dalam seminar antara lain, Ketua DPC PERADI Surabaya Hariyanto SH, M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Unair Imam Prihandono SH, MH, LL, M, Ph.D, Ketua Pengadilan Negeri Jombang Dr. Bambang Setyawan, S.H., M.H., Senior Partner Assegaf Hamzah Eri Hertiawan, SH, LL, M, MCIArb dan dihadiri 219 peserta.

Seminar Hukum menjadi Mediator digelar di FH Unair lantai 3 / M9

Ketua DPC Peradi Surabaya Hariyanto SH, M.Hum menuturkan, seminar kali ini ada 3 seri yaitu untuk sekarang di Bulan Juni, selanjutnya Juli kemudian di Bulan Agustus. Setelah ini Peradi DPC Surabaya akan mendirikan mediator bekerjasama FH Unair dan MA.

“Harapannya, dengan cara Mediasi untuk rekan di Peradi semua untuk membantu menyelesaikan mengurai banyaknya kasus di Pengadilan. Dengan cara Mediasi, bisa memprediksi waktu, memprediksi biaya sehingga semua para pihak bisa mengakses informasi yang berguna bagi kepentingan kedua belah pihak,” tuturnya.

Ditanya soal Mediator, Hariyanto menjelaskan, tantangan Mediator
banyak hal menyangkut kepentingan dan psikologi kedua belah pihak, bisa ditingkatkan pemahaman. Tidak hanya perjanjian Hamsik hukum Hamsik. Namun, dicari jalan keluar untuk win-win solution.

“Peradi mendukung Mahkamah Agung yang terus menerus mereformasi cara mediasinya. Meskipun waktu ditentukan 30 hari. Kami berharap mediasi ini bisa dilakukan sepanjang waktu, sehingga hasil putusannya bersama menyepakati bukan memutus perkara sepihak,” jelasnya.

Dekan Fakultas Hukum Unair Imam Prihandono SH, MH, LL, M, Ph.D menerangkan, kami bekerjasama dengan DPC Peradi Surabaya. Tentang mediasi apakah masih relevan tidak terutama di era digital.

“Perkembangan mediasi di Indonesia terlalu pelan. Tugas kami membangun Advokat yang bisa dihandalkan dan berkualitas. Membangun mediator yang credible. Seperti di luar negeri proses mediasi berhasil ditangani 75 persen, 25 persen gagal. Artinya semua permasalahan terselesaikan dengan baik,” paparnya.

“Soal Mediator, kita menggali cara proses Mediasinya. Kita tingkatkan kapasitas mediatornya, mensosialisasikan lagi mediasi yang bermanfaat. Kami membantu dalam penyelesaian sengketa. Sehingga sengketanya tidak terlalu panjang di pengadilan, efektif waktu dan lainnya, urainya.

Lanjutnya, selain itu merubah mindset hakim dan advokat lebih cepat. Masalah yang terselesaikan tidak banyak. Selain dari pengadilan, mereka bisa menyelesaikan untuk ekonomi yang lebih maju.

“Harapannya, dengan Seminar ini, nanti mediasi ini menjadi mekanisme sengketa yang utama. Tidak secara formal, bisa terpenuhi dengan 2 kali pertemuan beres. Hasil mediasi yang benar dan baik, akan tercapai kesepakatan,” ujarnya.

Menurut KPN Jombang Dr. Bambang Setyawan, S.H., M.H., bahwa dalam proses mediasi harus ada kesepakatan semua dalam pengambilan keputusan. Dalam proses mediasi diperlukan keterlibatan ahli dan Tokoh Masyarakat. Ini cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

“Dasar hukum Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Untuk Dasar hukum terbaru berdasarkan Perma Nomor 3 Tahun 2022. Sementara untuk Mediasi Online berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator,” ungkapnya.

Perlu diketahui, cara penyampaian dalam mediasi sifatnya rahasia. Tidak diperbolehkan Mediator melakukan penyebaran hasil dari mediasi. Untuk hasil maksimal dalam proses mediasi, sebaiknya menggunakan bahasa yang efektif dan jelas.

Senior Partner Assegaf Hamzah Eri Hertiawan, SH, LL, M, MCIArb menjelaskan, prinsipnya Advokat itu wajib memegang kode etik. Kode etik advokat adalah hukum tertinggi harus mengupayakan perdamaian. Sebagai mediator, advokat harus mempelajari dasar suatu permasalahan.

“Dalam menangani satu permasalahan, peran Advokat harus bisa mengupayakan perdamaian. Bahwa kita punya solusi untuk menyelesaikan suatu masalah. Maka, sebagai Advokat harus punya sertifikasi. Dengan mempunyai sertifikasi, maka kita akan menjadi Advokat yang dihandalkan. Karena mempunyai management risiko,” pungkasnya. (M9)

Komentar

Berita Terkait