Detiknews.id Jakarta – Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), bersama dengan 27 organisasi kepemudaan di Indonesia. Mendesak pemerintah untuk segera mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024. Itu yang menjadi sorotan di program 100 hari Presiden Prabowo Subianto, sebagai evaluasi terhadap komitmen kesehatan nasional.
IYCTC dan 27 organisasi pemuda yang hadir adalah Toco Ranger, PARTYcipation, KPK Sehat FKM Universitas Indonesia, Beyond Health Indonesia, Hima Pro Kesmas Universitas Ibn Khaldun Bogor, ISMKI, BEM Fikes Universitas Ibn Khaldun Bogor, Genita, Higeia, Kitapeka, BEM FKIK Universitas Jambi, PAMI Nasional, Kita Gerak Bareng, HAPSA FKM Universitas Indonesia, ASEAN Youth Organization, Hasanuddin Contact, PIK-R Bangka Jakarta Selatan, Kolaborasi Bumi, dan SemarKu.
Hadir juga, Pemuda Penggerak, Aksi Kebaikan, IPPNU, Semesta FKM Universitas Muhammadiyah Jakarta, Hima Kesmas Stikes Bhakti Husada Madiun, ISMKMI, SFA for Tobacco Control, dan Hima Kesmas Universitas Siliwangi, mendesak pemerintah untuk segera mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024.
Menurut mereka, regulasi ini menjadi langkah krusial dalam mengendalikan konsumsi produk tembakau, yang selama ini mengancam kesehatan dan produktivitas bangsa. Surat dukungan yang telah dikirimkan ke Presiden menegaskan bahwa kaum muda tidak tinggal diam melihat regulasi ini terhambat.
Manik Marganamahendra, Ketua IYCTC menuturkan, harapannya, Presiden Prabowo untuk mengimplementasikan segera PP 28/2024, termasuk penguatan regulasi turunanya.
“100 hari pemerintahan ini sebenarnya menjadi momentum bagi Pak Prabowo untuk membuktikan komitmennya terhadap perlindungan kesehatan masyarakat,” tuturnya, Jum’at (07/02/2025)
Ia menilai bahwa momentum ini adalah ujian nyata keseriusan pemerintah dalam membangun sumber daya manusia yang unggul, apalagi jika digadang-gadang ingin mencapai visi Indonesia emas 2045.
Faktanya, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah anak-anak dan remaja berusia 10-18 tahun.
Lebih rinci nya, kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok terbanyak memulai merokok (56,5 persen), diikuti usia 10-14 tahun (18,4 persen). Menurutnya, hal ini tidak dapat menampik bahwa Indonesia memang masih menjadi negara dengan prevalensi perokok yang tinggi di dunia.
Selain itu, dia menyebut bahwa dampak ekonomi akibat konsumsi rokok juga tidak main-main. Penelitian Zanfina (2020) mengungkapkan bahwa total biaya kehilangan produktivitas akibat merokok mencapai Rp 2.755,5 triliun, nyaris setara dengan APBN Indonesia. Dalam skala tahunan, Indonesia mengalami kerugian PDB sebesar Rp 153 triliun akibat rokok.
Studi Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2022 pun juga mengungkap pengguna rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dalam satu dekade terakhir, dari 0,3 persen (2011) menjadi 3,0 persen (2021), menandakan industri masih terus menargetkan anak muda dengan produk alternatif yang tak kalah berbahaya.
Dalam kampanye Presiden Prabowo, beliau menekankan pentingnya investasi dalam kesehatan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, menurut Manik, janji ini tidak akan terwujud tanpa langkah konkret dalam penegakan regulasi seperti PP 28/2024 tentang kesehatan.
“Jika tidak, janji tersebut berisiko menjadi sekadar retorika, atau hanya tertulis diatas kertas,” tegasnya.
Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC, menambahkan, bahwa tanpa implementasi regulasi ini, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menyelamatkan generasi muda dari cengkeraman industri rokok.
“Setidaknya, kebijakan kenaikan cukai rokok, pelarangan total iklan rokok di media berbasis digital, serta perlindungan ruang publik dari paparan asap rokok ini jangan sampai mandek,” katanya.
Faktanya, pemerintah baru saja mengumumkan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) tidak akan naik pada 2025, sementara harga jual eceran (HJE) justru meningkat. Kebijakan ini jelas hanya menguntungkan industri rokok dengan tetap memberikan keleluasaan bagi mereka untuk menjual produk tembakau dengan harga yang lebih tinggi, sementara negara kehilangan kesempatan untuk mengendalikan konsumsi melalui mekanisme fiskal yang terbukti efektif.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa kepentingan industri masih lebih diutamakan dibandingkan perlindungan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Padahal, perlindungan anak tidak sepatutnya dibenturkan dengan kepentingan bisnis,” ujar Shella.
Industri rokok terus mencari celah dengan kampanye promosi agresif, harga murah, dan strategi pemasaran terselubung untuk menjaring konsumen baru. Hal ini berimplikasi langsung pada masa depan bangsa jika implementasi PP 28/2024 tidak segera ditegakkan.
IYCTC menegaskan bahwa anak muda Indonesia harus berani untuk menolak menjadi target industri yang mengorbankan kesehatan demi keuntungan. Dengan momentum 100 hari pemerintahan, bola keputusan kini berada di tangan Presiden Prabowo. Keputusan ini harus segera ditindaklanjuti dengan adanya keberpihakan pada masa depan bangsa.
Untuk mengetahui lebih lanjut, bisa dilihat di : Kontak: iyctc.id@gmail.com, Website: www.iyctc.id || Instagram dan TikTok: @iyctc.id || Twitter: @iyctc_id || https://www.youtube.com/@iyctc8467 – YouTube. (M9)
Komentar