Polemik Inkrah di Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Arief Budiman : Hampir 1 Tahun Belum Selesai

Detiknews.id Sidoarjo – Berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Pengawasan Nomor PRIN-04/ H/ H.V.2/ 01/2023 tanggal 16 Januari 2023. Penasihat Hukum Arief Budiman S.H dan tim mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Miftahur Roiyan dan Elok Wahiba meminta haknya kembali berupa 3 bendel sertifikat Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo.

Pasalnya, dalam pemeriksaan internal kejaksaan RI, atas dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan terlapor atas nama Lesya Agastya Nitatama S.H. (Kasubsi Pra Penuntutan pada Seksi Pidum Kejari Sidoarjo) selaku Jaksa Penuntut Umum yang tidak mau melaksanakan Eksekusi Putusan Kasasi Nomor 32K/Pid/2022 tanggai 19 Januari 2022 atas nama terdakwa Agung Wibowo (41) warga Siwalankerto, Wonocolo Surabaya. Dalam hal ini, sudah dinyatakan Inkrah, yang telah berkekuatan hukum tetap.

Penasihat Hukum Arief Budiman S.H menuturkan, saya datang kesini karena ada pemberitahuan yang sangat mendadak bahwa jam 10 pagi diundang untuk dimintai keterangan karena ada tim dari kejaksaan agung khususnya dari Jamwas untuk minta keterangan terkait laporan Dumas kita ke Kejaksaan Agung.

“Bahwasanya, Kejaksaan Negeri Sidoarjo tidak melaksanakan putusan pidana yang sudah inkrah yaitu terkait eksekusi barang bukti 3 buah sertifikat kepada klien kami,” tuturnya.

Menurut Arief, putusan itu putusan pidana terhadap Agung Wibowo. Dia dipidana 3 tahun dan sertifikat barang bukti itu dikembalikan kepada pemilik yang sah yang berhak Miftahul Royan dan Elok Wahibah. Sudah kurang lebih 1 tahun sampai sekarang pihak Kejaksaan Negeri Sidoarjo tidak melaksanakan putusan tersebut.

“Sudah inkrah namun dari pihak kejaksaan negeri entah ada apa kita tidak tau sehingga sampai detik ini tidak dijalankan putusan tersebut, hasil BAP ditanya terkait perjalanan perkara dan dipertanyakan juga sertifikat tersebut kita sampaikan bahwa sampai sekarang masih ada di pihak Kejaksaan Negeri Sidoarjo,” jelasnya.

Penasihat Hukum Arief Budiman saat melakukan BAP / M9

Masih dengan Arief, sementara upaya hukum hanya membuat laporan pengaduan dumas terhadap kejaksaan tinggi Jawa Timur ke Kejaksaan Agung mulai dari Jamwas, Jamintel, Satgas Mafia Tanah, Komisi Kejaksaan dan Ombudsman namun sampai sekarang belum ada hasil yang kita harapkan.

“Obyek yang disengketakan daerah tambakoso Kecamatan Waru Juanda, hasilnya nanti pihak pemeriksa setelah BAP kita akan melaporkan ke pimpinan tapi seharusnya sesuai putusan harusnya segera di eksekusi 3 sertifikat diserahkan kepada klien kami atas nama Elok Wahibah yang 2 dan yang 1 atas nama Miftahul Royan sesuai dengan 3 sertifikat itu harusnya sesuai dengan Diktum putusan dan segera diserahkan,” terangnya.

Lanjutnya, alasan tidak diserahkan ada perkara lain, bahwa putusan pidana yang sudah inkrah itu baru petikan belum putusan lengkap setelah ada putusan lengkap sudah ada alasannya masih ada gugatan, setelah gugatan kalah lalu ada PK jadi kelihatannya seperti itu kondisinya.

“Perlu diketahui, untuk pelaksanaan BAP Ada 4 orang Jaksa. Antara lain, Nurul Hidayat, Joni Panggabean, Nindy dan Sinarta Sembiring. Kesemuanya dari Kejaksaan Agung dari Jamwas Inspektorat 5 untuk wilayah Surabaya Jawa Timur,” tandasnya.

Ditempat yang sama, Ketua Ferari DPD Jatim Heri Basuki S.H menambahkan, jadi pada intinya ada 1 putusan dari MA yang berkekuatan hukum tetap. Yang perintah nya terkait putusan pidana, agar menyerahkan sertifikat kepada pelapor.

“Sertifikat posisi dalam sitaan Kejaksaan, sedangkan kejaksaan harus melaksanakan perintah eksekusi itu. Sebagaimana dalam pasal 170 KUHP, yang isinya jelas Jaksa sebagai pelaksana eksekusi. Apabila panitera pengadilan telah menyerahkan salinan putusan padanya. Hingga 1 tahun itu belum dilaksanakan, dari tim kami sudah berkirim surat beberapa kali,” ungkapnya.

Menurutnya, waktu awal ketika terima relas waktu masih petikan kami berkirim surat wajar, karena belum terima salinan. Namun, ketika sudah diterima hampir 1 tahun tidak ada pelaksanaan eksekusi untuk menyerahkan sertifikat kepada pelapor.

“Dari hal ini kami mengambil kesimpulan, apakah memang jaksa ini tidak berani melakukan eksekusi karena kehendaknya sendiri atau karena intervensi dari pimpinannya,” pungkasnya. (M9)

Komentar

Berita Terkait