Terkait Kasus Tanah di Samboja Kaltim, Pengacara: Perintah Presiden Jokowi untuk Bayar Tanah Rakyat Tak Dipeduli Perusahaan BUMN

Jakarta, Detiknews.id Perintah Presiden Joko Widodo kepada seluruh jajaran aparat Pemerintah agar membayar ganti rugi tanah rakyat yang dipakai untuk membangun, ternyata banyak disepelekan oleh perusahaan yang bernaung pada Badan Usaha milik negara (BUMN).

Tanah rakyat yang banyak dipakai untuk pembangunan tapi belum dibayar ganti ruginya sampai sekarang berada di Kecamatan Samboja Kutai Kartanegara dan di kecamatan Tanjung Pandan Kutai Timur yang kesemuanya di Kalimantan Timur.

“Di antara tanah rakyat yang telah digunakan oleh perusahaan BUMN itu tapi belum dilunasi ganti ruginya adalah pembuatan jalan tol Balikpapan-Samarinda,seluas 35 Ha,pada tahun 2017.

“Pembuatan kilang gas di Bontang seluas dua Ha pada tahun 2004 dan pembangunan terminal jembatan timbang di KM 36 poros Balikpapan-samarinda seluas 2 Ha pada tahun 2020.

Kuasa hukum masyarakat yang tanahnya diambil oleh perusahaan BUMN tapi belum dibayarkan,” ujar Upa Labuhari SH dari Law Farm Labuhari Latu dalam keterangannya kepada pers Jumat pagi.

Ia menjelaskan, semua perusahaan BUMN yang telah menggunakan tanah masyarakat sudah diingatkan dengan menyurati mereka agar memperhatikan kewajibannya dalam menggunakan tanah rakyat.

Bahkan kepada Kementerian yang menaungi perusahaan ini telah dimintakan perhatiannya untuk membayar ganti rugi tanah rakyat yang telah digunakan.
Tapi hasilnya belum nampak sama sekali .

‘’Seolah-olah perusahan plat merah ini membangun untuk kepentingan rakyat diatas tanah milik sendiri.’’ kata Upa Labuhari.

Lanjutnya yang sangat prihatian melihat tingkah laku para pemimpin perusahaan BUMN yang tidak mau peduli dengan ganti rugi atas tanah rakyat yang digunakan untuk membangun.

Padahal mereka menggunakan tanah rakyat yang dulunya digunakan sebagai kawasan pertanian untuk menyambung hidup. Sekarang mereka disengsarakan dan disuruh menonton atas pembangunan yang dilaksanakan .

Sebagai misal, kata Upa Labuhari yang pernah menjadi jurnalis di Ibukota, ketika Direktur Utama PT Jasa Marga diminta untuk bertanggung jawab atas tanah rakyat yang sudah digunakan untuk jalan toll Balikpapan- Samarinda. Dirut PT Jasa Marga menyebutkan betul mereka telah membangun jalan toll Balikpapan- Samarinda yang sudah diresmikan pemakaiannya oleh Presiden Jokowi pada tahun 2019.

Tapi tanah rakyat yang digunakan untuk pembangunan jalan toll itu, pembebasannya bukanlah tanggung jawab PT Jasa Marga. Yang bertanggung jawab untuk pembebasan lahan adalah Menteri PUPR. Pihak PT Jasa Marga hanya bertanggung jawab membangun jalannya.

“Sedangkan lahan yang digunakan untuk membangun jalan tol sepanjang kurang lebih 60 Km bukan tanggungan PT Jasa Marga.

Penjelasan yang terbuka ini, ” kata Upa Labuhari membuat pihaknya sebagai kuasa hukum 51 orang warga masyarakat Kelurahan Sungai Merdeka Kecamatan Samboja menulis surat kepada Menteri PUPR yang tembusannya disampaikan kepada KPK dan Ombusman , DPR RI pada bulan Juli lalu.

Hasilnya juga sampai saat ini masih nihil karena menteri PUPR mengatakan persoalannya sudah disampaikan kepada Dirjen Bina Marga untuk diselesaikan.

“Tapi ketika persoalannya ditanyakan kepada Dirjen Bina Marga, mereka menyebutkan jawaban sudah dibuat tapi yang akan menandatangani surat tersebut belum masuk kantor karena musim Covit 19.

Sementara pihak Ombusman sebagai pengawas kinerja para Kementerian hanya menyebut, persoalannya sudah ditangani dengan menunggu jawaban dari pihak Kementerian PUPR.

Sedangkan pihak KPK dan DPR yang telah dilaporkan tentang masalah ini, belum mau berkomentar. Tidak jelas apakah kedua lembaga ini masih dalam sibuk dengan pekerjaan lain atau dalam suasana prihatin akan situasi Covit 19.

Lebih memprihatinkan atas ketidak pedulian perusahaan BUMN untuk membayar ganti rugi atas pemakaian tanah rakyat,” papar Upa Labuhari.

Ia mengatakan, terjadi pada PT Pertamina Gas pada anak perusahaan Pertamina di daerah Kutai Timur Kaltim.

Perusahan plat merah ini awalnya meminta izin kepada pemiliknya Hj Zahra agar diperkenankan melewati tanahnya untuk akses jalan keluar masuk mobil tangki guna memenuhi kebutuhan air bagi operator dan security yang bertugas di stasiun Kompresor Gas ( SKG) 53 .

Dengan pertimbangn untuk kepentingan negara dan bangsa akhirnya pemilik tanah memberikan pinjam pakai jalan tanpa sewa kepada pihak perusahan yang dulunya bernama Vico Indonesia. Tapi dua tahun kemudian atas kesadaran Vico Indonesia mereka memberikan sewa atas penggunaan lahan milik Hj Zahra.

Sewa ini menurut Upa Labuhari merupakan suatu taktik tipu muslihat karena selama dalam posisi sewa Vico Indonesia bukan hanya menggunakan tanah milik rakyat ini untuk jalan keluar masuk kendaraan proyeknya, tapi lebih itu membangun beberapa bangunan perkantoran tanpa izin.

Pemilik tanah ini kemudian membuat pengaduan ke Polda Kaltim untuk menindak pihak Vigo Indonesia karena membangun gedung perkantoran diatas tanahnya tanpa izin . Ketika pengaduan ini dalam pengusutan di Polda Kaltim, tiba tiba pihak Polda menyerahkan pengusutannya ke Polres Bontang.

Di Polres Bontang, pelaporan ini tidak ditindak lanjuti tapi malah diputar balik dengan menjadikan pelapor sebagai tersangka dalam dugaan pemakaian surat tanah palsu berdasarkan laporan Vico Indonesia yang saat ini bernama PT Pertamina Gas.

Penyidik Polda Kaltim menyebutkan ketika perkara pelaporan Hj Zahra disidik di Balikpapan diketahui PT Vico Indonesia yang sekarang ini bernama PT Pertamina Gas, pihak terlapor tidak dapat menunjukkan hak kepemilikannya seperti sertifikat selain daripada surat ijin prinsip dari Gubernur Kaltim yang keabsahannya masih diragukan.

Peristiwa memutar balik fakta yang ada ini menurut Upa Labuhari ,SH akan diadukan ke Bareskrim Polri, Propam Mabes Polri dan lembaga pengawas Polri, Kompolnas.

“Peristiwa yang memutar balikkan fakta ini benar benar memalukan institusi Polri sebagai lembaga penegak hukum di tanah air,” kata Upa Labuhari yang juga sebagai ketua Masyarakat Peduli Polri’, sambil menambahkan sepertinya kliennya Hj Zohra sudah jatuh, ketimpa tangga pula.

Tanahnya dirampas begitu saja tanpa dibayar oleh perusahaan plat merah kini yang bersangkutan menjadi tersangka karena diduga memiliki surat tanah palsu yang dibuat di depan seorang Notaris pejabat pembuat akte tanah yang juga adalah camat Tanjung Pandan Kutai Timur (red)

Komentar

Berita Terkait