Detiknews.id Surabaya – Sidang Lanjutan Perkara Gelar palsu Robert Simangunsong, mantan Ketua DPD Nasdem Surabaya ini menghadirkan Saksi Advokat seprofesi Aris Eko Prasetyo, SH. Kegiatan di gelar di ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sesuai surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yulistiono, SH., MH., terdakwa Robert Simangunsong tanpa hak menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan atau gelar profesi.
Saat ditanya Hakim Ketua Tongani SH MH, Saksi kenal dengan terdakwa? Jika kenal dimana? ,” tanyanya.
Saksi Aris Eko Prasetyo menjawab,” Kenal yang Mulia, saat menangani dalam satu perkara yang sama. Yaitu perkara kepailitan,” jawabnya.
Kemudian Hakim Ketua menanyakan, perihal gelar palsu.
“Apakah saudara saksi mengetahui soal gelar palsu ?,” tanyanya lagi.
Saksi menjawab, Mohon maaf yang Mulia, saya tidak tahu. Setahu saya, saat mengenalnya gelar itu sudah ada,” jelasnya. Senin (01/06/2024)
Usai sidang, Kuasa Hukum Robert Simangunsong, Dr. Oscarius Yudhi Ari Wijaya SH, menjelaskan, pada saat terdakwa belajar di UPH lulus tahun 2020. Saya yakin ketika beliau memiliki gelar MH tersebut, beliau memiliki dasar. Nanti akan terbuka di sidang berikutnya,” jelasnya.
Untuk diketahui sidang sebelumnya, JPU menerangkan kasus ini berawal adanya perkara kepailitan di PT. Pelayaran Wahana Gemilang Samudera Raya yang dilakukan gugatan PKPU pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Terdakwa selaku kuasa Debitur dari PT. Pelayaran Wahana Gemilang Samudera Raya dan saksi Thio Trio Susantono selaku Kurator.
Pada 16 Februari 2021 terdakwa melayangkan surat kepada Thio yang berisikan terkait permintaan daftar tagihan hutang atas klien terdakwa. Atas kejadian tersebut Thio berselisih paham dengan terdakwa.
Merasa curiga dengan penggunaan gelar akademis tanpa hak oleh terdakwa yang tertera pada tandatangan isi surat, sehingga Thio meminta pertemuan dengan terdakwa.
Pertemuan itu dilakukan untuk pembahasan perkara kepailitan dan klarifikasi terkait dengan penggunaan gelar akademik (S2) Magister Hukum yang digunakan terdakwa.
Dalam pertemuan tersebut, tidak ada kesepakatan dan jawaban yang memuaskan untuk kedua belah pihak.
Karena masih belum mendapat kejelasan terkait penggunaan gelar akademik Magister Hukum oleh terdakwa, Selanjutnya Thio mencari informasi terkait perkuliahan terdakwa.
Berdasarkan informasi dari relasinya Thio, ditemukan informasi ternyata terdakwa sedang menempuh pengambilan studi program perkuliahan S2 di Universitas Pelita Harapan kampus Surabaya.
Selanjutnya Thio melayangkan surat kepada Universitas Pelita Harapan (UPH) kampus Surabaya terkait status kemahasiswaan terdakwa dan mendapatkan jawaban.
Jawaban itu menerangkan terdakwa dengan Nomor Pokok Mahasiswa 02659200010 merupakan mahasiswa aktif yang sedang mengikuti studi program Magister Hukum dengan mata kuliah Hukum Perbankan Internasional pada semester ganjil tahun 2021/2022.
Untuk menguatkan jawaban dari Universitas Pelita Harapan, Thio kembali melayangkan surat kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III.
Isi balasan surat menerangkan bahwa terdakwa merupakan mahasiswa progam studi hukum program hukum (S2) yang mulai masuk sejak semesetr ganjil tahun 2020/2021 dengan status mahasiswa aktif.
Selain itu Thio mendapati dokumen Putusan Pengadilan Negeri Surabaya (Putusan Nomor: 357/ Pdt.G/ 2015/ PN.SBY tanggal 21 September 2015 berisikan terdakwa telah menggunakan gelar akademik berupa S2 Magister Hukum terkait adanya perkara tanah bangunan.
Selanjutnya Thio dan terdakwa mengadakan pertemuan, dan masih didapat ketidakpastian dan terdakwa tidak dapat menunjukan keabsahan penggunaan gelar akademik S2 Magister Hukum.
Beberapa saat setelah pertemuan, Thio membuat pengaduan ke Ditreskrimsus Polda Jatim terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa diduga tanpa hak menggunakan gelar akademik palsu.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 93 Jo Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. (M9)
Komentar