Kanwil DJP Jatim 1 Lakukan Penyitaan Aset Wajib Pajak

Detiknews.id Surabaya – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I (Kanwil DJP Jatim I) menyita aset wajib pajak.

Penyitaan dilakukan karena Tersangka MY diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan untuk tahun 2018 dan 2019, yaitu melanggar Pasal 39A huruf a dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Modus yang digunakan adalah
menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS) sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan Negara sebesar Rp. 1,6 miliar.

PPNS Kanwil DJP Jatim I menyita aset tersangka berupa bangunan rumah kos dengan luas tanah 193 m2 dan bangunan 386 m2 yang berada di Sukomanunggal.

Tindakan penyitaan telah mendapatkan izin dan penetapan sita dari Ketua Pengadilan Negeri Surabaya pada
tanggal 23 Desember 2022. Tersangka MY menyerahkan dokumen dan aset kepada Tim Penyidik dengan disaksikan S dan W selaku pegawai PT SBK. Objek yang disita tersebut telah dilakukan penilaian oleh Fungsional Penilai Kanwil DJP Jawa Timur I dengan nilai pasar Rp. 1,8 miliar.

Penyidik menyita harta kekayaan tersebut atas kasus tindak pidana perpajakan yang dilakukan melalui PT SBK milik Tersangka MY yang berlokasi di wilayah administrasi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Tegalsari. Penyitaan dilakukan untuk mengamankan aset tersangka sebagai jaminan pemulihan atas kerugian pada pendapatan negara.

Lebih lanjut, penyitaan ini diperlukan untuk menghindari penghilangan maupun pemindahtanganan
aset tersangka. Aset tersebut selanjutnya dapat dirampas untuk pembayaran putusan denda sesuai amanat Pasal 44 dan Pasal 44 C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Kepala Kanwil DJP Jatim I menegaskan dalam melakukan upaya penegakan hukum, selalu mengedepankan asas ultimum remedium (hukum pidana hendaklah dijadikan sebagai
upaya terakhir dalam rangkaian penegakan hukum), yaitu aktif dengan melakukan edukasi, penyuluhan, imbauan dan konseling terkait hak dan kewajiban perpajakan serta untuk meningkatkan kepatuhan sukarela pemenuhan kewajiban perpajakan.

Tindak penyitaan aset milik tersangka ini merupakan komitmen DJP untuk bertindak tegas dalam menjalankan aturan terhadap wajib pajak yang dengan sengaja melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi wajib pajak lain.(D1)

Komentar

Berita Terkait