OJK Keluarkan POJK No.12 dan POJK No.13, Bentuk Ekosistem Ekonomi Digital Mapan di Indonesia

Detiknews.id Jakarta – Dalam rangka membentuk ekosistem ekonomi digital yang mapan di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar Webinar Konferensi Pers. Menghadirkan Ketua Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso dan Anggota Dewan Komisioner OJK merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Heru Kristiyana. Membahas tentang POJK No.12/ POJK.03/ 2021 tentang Bank Umum dan POJK No.13/ POJK.03/ 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

Ketua Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menuturkan bahwa sektor jasa keuangan tetap stabil dan hingga Juli 2021 menunjukkan pertumbuhan yang positif seperti intermediasi perbankan dan penghimpunan dana di pasar modal.

“Dalam periode Januari hingga Juli 2021, perbankan telah mengucurkan kredit sebesar Rp. 1.439 triliun. Namun dalam periode yang sama terdapat pelunasan dan pembayaran angsuran kredit termasuk dari beberapa debitur besar yang mencapai Rp1.332 triliun,” tuturnya.

Lanjut Wimboh, sementara itu, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Juli 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,35 persen (NPL net: 1,09 persen) dan rasio NPF  Perusahaan Pembiayaan Juli 2021 tercatat sebesar 3,95 persen.

“Untuk Likuiditas industri perbankan sampai saat ini masih berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/ non-core deposit dan alat likuid/DPK per Juli 2021 terpantau masing-masing pada level 149,32 persen dan 32,51 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen,” terangnya.

Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,67 persen, jauh di atas threshold. Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 653,74 persen dan 346,73 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 1,99 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali.

“OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap sektor jasa keuangan dan perekonomian untuk menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional serta terus memperkuat sinergi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan,” tandas Wimboh.

Dalam kesempatan yang sama, Heru Kristiyana menyampaikan bahwa OJK telah memutuskan untuk memperpanjang kembali relaksasi retrukturisasi kredit perbankan hingga 31 Maret 2023.

“Pokok-pokok pertimbangan perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut adalah untuk menjaga momentum stabilnya indikator kinerja perbankan serta kinerja debitur restru Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan. Perpanjangan juga diperlukan dalam mempersiapkan Bank dan debitur untuk soft landing ketika stimulus berakhir (menghindari cliff effect),” ungkapnya

Menurut Heru, sebagai bagian dari kebijakan counter cyclical dan dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.

“Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian baik bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun Rencana Bisnis tahun 2022. Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini berlaku bagi seluruh bank yaitu Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, BPR, dan BPRS,” paparnya.

Selain itu, Heru Kristiyana menambahkan bahwa OJK telah mengeluarkan POJK No.12/POJK.03/ 2021 tentang Bank Umum dan POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

“Dikeluarkannya dua POJK ini dimaksudkan untuk menciptakan kesetaraan antara bank konvensional dan syariah melalui percepatan transformasi digital, mendorong konsolidasi dan sinergi antar bank,
konektifitas dan kolaborasi antar bank dalam rangka membentuk ekosistem ekonomi digital yang mapan di Indonesia. Mendorong efisiensi ekonomi, pemberdayaan bank skala kecil, dan meningkatkan inklusi keuangan,” pungkasnya. (M9)

Komentar

Berita Terkait