Detiknews.id Surabaya – Polemik perkara warisan, Keluarga Ali Hardi menuntut haknya. Mereka adalah Rosono Ali Hardi dan saudaranya yakni Lily Ali Hardi, dan Welsono Ali Hardi. Mencari keadilan, terkait hak waris peninggalan orangtua mereka. Pasalnya hingga sekarang secara hukum keperdataan dalam perkara hak mutlak (Legetime portie) dikalahkan sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Rosono Ali Hardi bercerita awal mula konflik dirinya, dengan adik kandungnya yakni Warsono Ali Hardi. Mempertanyakan perihal peninggalan orangtua mereka yang sudah meninggal.
Untuk itu, Rosono meminta kejelasan kepada adik keempatnya itu, tentang warisan kedua orang tua mereka. Namun, Warsono menjawab tidak tahu menahu tentang urusan itu.
Menurut Rosono, semua usaha kedua orangtuanya, dia yang menjalankan. Namun, sampai kedua orang tuanya meninggal, Rosono mengaku tidak mendapatkan harta warisan apapun.
Lalu, tahun 2007, Rosono melaporkan Warsono ke Kepolisian Polda Jatim dengan tuduhan penggelapan. Namun, faktanya diputar balik. Warsono menuding Rusono melaporkan ibu kandung mereka ke polisi.
“Sebenarnya, mau meminta hak saya saja. Namun yang terjadi faktanya diputar balik. Saya dituding melaporkan ibu saya. Faktanya, saya tidak pernah melaporkan ibu saya ke polisi,” jelas Rosono.
“Ibu kami, berkata akan mengklarifikasi semua itu dan akan membereskannya asalkan laporan di Polda Jatim itu dicabut,” sambungnya.
Begitu laporan dicabut, penyelesaian yang dijanjikan ibunya itu tidak pernah ada hingga sang ibu meninggal 19 Februari 2019.
“Pasca ibu kami meninggal, masalah peninggalan orang tua ini, kami tanyakan lagi ke Warsono. Lama ditunggu, tak juga ada kejelasan,” tambahnya.
Rosono mengaku terus menanyakan haknya kepada sang adik, sebagai salah satu anak yang juga berhak atas harta peninggalan orang tua.
Masih menurut cerita Rosono, tiba-tiba ia ditunjukkan sebuah akta jual beli. Terkait akta itu, Rusono mengaku tidak tahu menahu.
“Akta jual beli itu, saya ketahui pada tahun 2020. Namun, dalam sebuah surat wasiat dikatakan bahwa saya pernah menerima emas dan rumah,” papar Rosono.
Berkaitan dengan rumah, Rosono kembali menjelaskan, diberikan saat kedua orang tua masih hidup. Waktu itu, kedua orang tua Rosono ada hutang 12 kg emas.
“Saya ada buktinya. Bahkan, disurat itu juga ada tanda tangan Warsono. Dalam faktanya malah diputar balik. Saya dikatakan menerima emas sebanyak 8 kg,” cerita Rosono.
Rosono kemudian menunjukkan sebuah surat dimana disurat tahun 1987 itu ada tanda tangan ibunya dan Warsono.
Mengapa kedua orangtua Rosono dan Warsono pada tahun 1987 menyatakan berhutang emas kepada Rosono?
Dalam penjelasannya, Rosono mengatakan, dimasa kedua orangtuanya masih hidup, Rosono selalu membantu kedua orangtuanya, mengelola bisnis yang dijalankan ayahnya. Sebagai imbalannya, setiap tahun Rosono diberi emas sebanyak 1kg.
“Tiga belas tahun saya bekerja pada kedua orangtua saya, tidak pernah mendapat gaji. Namun, orangtua bilang, THR kamu tiap tahun dikasih satu kilogram emas,” ungkap Rosono..
Masih menurut cerita Rosono, ia bekerja membantu orangtuanya sejak tahun 1978 hingga 1989. Sejak 13 tahun itu, Rosono mengaku tidak pernah menerima emas hingga sekarang, sebagaimana dijanjikan kedua orangtua mereka.
“Buktikan kalau memang saya telah menerima emas dari kedua orangtua kami. Yang aneh, dalam gugatan Warsono di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dikatakan saya telah menerima emas. Dan fakta itu disetujui Hakim,” ujar Rosono kecewa.
Rosono kembali menerangkan, jika memang benar ia telah menerima emas, pasti ada tanda terimanya. Faktanya, tanda terima itu tidak pernah ada.
Berkaitan dengan rumah, Rosono melanjutkan, bahwa rumah itu diberikan ibunya. Karena merasa memiliki hutang emas sebanyak 12 kg. Karena merasa tidak enak, maka ibu Rosono memberikan sebuah rumah. Namun, pemberian rumah ini dianggap sebagai pemberian harta warisan.
Begitu kalah ditingkat pertama, Rosono mengambil upaya hukum banding. Namun, banding yang diajukan di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, ditolak. Rosono pun dianggap telah menerima 8 Kg emas.
“Banding saya tidak diterima, sehingga saya dinyatakan kalah karena telah menerima 8 kg emas. Dan ditingkat banding pun, bukti bahwa saya telah menerima 8 kg emas tidak pernah ada, tidak pernah ditunjukkan,” ulas Rosono.
Lanjut Rosono, dalam surat wasiat diterangkan bahwa adiknya yang bernama Welsono melihat, bahwa Rosono memang telah diberi 8 kg emas.
Ketika pernyataan itu ditanyakan ke Welsono, namun Welsono membantah isi surat wasiat yang ditulis pengacara Warsono dalam gugatannya.
Dengan berbekal surat wasiat, Warsono kemudian menggugat Rosono. Dalam gugatan, Warsono juga mencantumkan adanya jual beli tahun 1994.
Terkait surat wasiat, juga dimasukkan kembali tahun 2006. Padahal tahun 2006, surat wasiat dipegang Warsono. Rosono pun mengaku tidak mengetahui sama sekali tentang adanya surat wasiat itu.
Meski gugatan yang diajukan Warsono itu telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Namun banyak kejanggalan, dalam surat wasiat tersebut. Tetapi di tingkat pengadilan negeri sampai ditingkat PK, tidak diteliti dengan cermat. Sehingga Majelis Hakim memenangkan gugatan Warsono.
Beberapa kejanggalan yang diungkap Rosono seperti, mengapa surat wasiat itu dimunculkan ketika kedua orangtua mereka telah meninggal. Adanya surat wasiat itu tidak diketahui saudara-saudara Warsono yang lain, baik kakak-kakaknya maupun si bungsu.
Menurut Rasono, masalah jual beli yang dicantumkan dalam surat wasiat, juga dinilai sangat janggal. Karena, dalam surat wasiat, seharusnya tidak pernah diungkapkan tentang jual beli.
Namun dalam wasiat itu malah diterangkan adanya jual beli, antara Ibu mereka dan Warsono. Selain itu, wasiat yang lazimnya dilaksanakan setelah orang yang memberi wasiat meninggal, tapi dalam wasiat itu malah menerangkan semua peristiwa yang seakan-akan sudah terjadi semuanya sebelum pemberi wasiat meninggal.
“Perkara ini sedang di laporkan di Bareskrim Mabes Polri dalam tahap penyidikan dan telah di alihkan ke Polda Jatim untuk kemudahan penyidikan,” ujar Rosono.
Terpisah, Warsono melalui Kuasa Hukumnya yakni Julia Putriandra SH dan Mohamad Adnan Fanani SH MH, mempertanyakan, kenapa pihak Rosono Ali Hardi dan ibu Lily Ali Hardi masih tanya terkait harta warisan orang tua.
“Harta warisan apalagi yang mereka tuntut atau permasalahkan?,” ujar Putri, Senin (16/12/2024).
Putri menambahkan, semua sudah di jalani dalam proses hukum dan Rosono Ali Hardi tidak dapat menunjukkan harta waris mana yang belum didapatkan. Proses hukum yang telah dilaluipun tidak terjadi di beberapa tahun ini. Namun sudah dilakukan sejak tahun 2007.
Lanjut Putri, tahun 2007, Rosono Ali Hardi pernah menuntut hak waris dari Bapak. Usai meninggal dunia di bulan April 2006, melaporkan Warsono Ali Hardi. Saat itu membuat sang ibu turut diperiksa. Namun, pada akhirnya Laporannya SP3 dengan tidak cukupnya bukti.
“Tidak hanya itu Rosono Ali Hardi pun pernah menggugat ibu, namun pada akhirnya gugatan tersebut di cabut,” ujarnya.
Saat sang ibu meninggal dunia tahun 2019, Rosono melakukan gugatan kembali menuntut harta waris yang belum dibagi. Sementara, apa yang digugat tersebut sudah sangat jelas, bahwa itu bukanlah harta waris. Karena telah ada proses jual beli antara kedua orang tua, dengan Bapak Warsono Ali Hardi di tahun 1994 hingga tahun 2002.
Terkait masalah pembagian emas, rumah dan mobil kepada Rosono Ali Hardi, Lily Ali Hardi, Lia Ali Hardi dan Welsono Ali Hardi. Ketika orang tua masih hidup, itu telah dinyatakan oleh ibu mereka dalam surat wasiatnya di tahun 2006.
Wasiat tersebut ibunya sendiri yang membuat dan menyatakan, sehingga hal tersebut dapat dibuktikan bahwa emas atau harta lainnya yang pernah di terima oleh Rosono Ali Hardi adalah pemberian dari orang tua. Terlepas adanya pembayaran lain, atas hutang piutang yang diakui oleh Bapak Rosono Ali Hardi.
“Gugatan yang diajukan oleh Rosono Ali Hardi, saat ini sudah sampai pada tahap PK. Upaya hingga tahap PK ini pun telah jelas, bahwa memang tidak ada harta waris yang belum di bagi. Seperti yang dipermasalahkan oleh Rosono Ali Hardi sejak dulu,” pungkas Putri. (M9)
Komentar